Kamis 10 Dec 2020 07:46 WIB

Rusia akan Membuka Pangkalan Militer di Sudan

Rusia dalam beberapa tahun terakhir mengalihkan fokus geopolitiknya ke Afrika

Rep: Alkhaledi Kurnialam/ Red: Christiyaningsih
Tentara Rusia mengenakan masker wajah untuk melindungi terhadap infeksi coronavirus berbaris untuk menghadiri latihan untuk parade militer di St.Petersburg, Rusia, Kamis, 18 Juni 2020
Foto: AP/Dmitri Lovetsky
Tentara Rusia mengenakan masker wajah untuk melindungi terhadap infeksi coronavirus berbaris untuk menghadiri latihan untuk parade militer di St.Petersburg, Rusia, Kamis, 18 Juni 2020

REPUBLIKA.CO.ID, MOSKOW -- Rusia telah menandatangani perjanjian dengan Sudan untuk membangun pangkalan angkatan laut di pantai Laut Merah negara tersebut. Langkah ini adalah upaya terakhir Rusia di Afrika dalam upaya memperbarui pengaruh geopolitiknya.

Kesepakatan itu, yang dipublikasikan di situs web pemerintah Rusia pada Selasa (8/12) akan mengizinkan Rusia mendirikan "pusat dukungan logistik" di Port Sudan di mana operasi perbaikan dan logistik dapat dilakukan. Perjanjian yang ditandatangani 1 Desember ini berlaku selama 25 tahun dan akan diperpanjang secara otomatis untuk periode 10 tahun lainnya jika tidak ada pihak yang berkeberatan.

Baca Juga

"Tujuan pangkalan itu adalah untuk menegakkan perdamaian dan stabilitas di kawasan," jelas Pemerintah Rusia dilansir Al Arabiya, Rabu (9/12) menurut dokumen itu.

Angkatan laut Rusia akan diizinkan untuk menyimpan hingga empat kapal sekaligus di pangkalan itu termasuk kapal bertenaga nuklir. Pangkalan itu akan diawaki oleh 300 personel militer dan sipil.

Rusia akan memiliki hak untuk mengangkut senjata dan logistik melalui bandara dan pelabuhan Sudan baik itu untuk senjata, amunisi, dan peralatan yang diperlukan agar pangkalan angkatan laut berfungsi. Otoritas Sudan tidak dapat dihubungi untuk dimintai komentar.

Moskow dalam beberapa tahun terakhir mengalihkan fokusnya ke Afrika untuk menegaskan kembali pengaruh geopolitiknya di seluruh dunia. Angkatan bersenjata Rusia dan Sudan menandatangani kesepakatan pada Mei 2019 yang akan berlangsung selama tujuh tahun, karena Kremlin menawarkan kerja sama nuklir sipil dan militer pada Khartoum.

Moskow mengakui pada Januari tahun lalu bahwa para penasihat militernya berada di Sudan bersama pasukan yang setia kepada pemerintah ketika krisis politik di sana terjadi. Dalam kunjungan tahun 2017 ke Rusia, mantan presiden Sudan Omar al-Bashir meminta Presiden Vladimir Putin untuk "melindungi" negaranya dari Amerika Serikat. Dia mengatakan kerja sama militer harus ditingkatkan untuk "melengkapi kembali" angkatan bersenjata Sudan.

BACA JUGA: Ikuti News Analysis News Analysis Isu-Isu Terkini Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement