REPUBLIKA.CO.ID, NEW YORK -- Sekretaris Jenderal PBB Antonio Guterres mengatakan 'nasionalisme vaksin' Covid-19 bergerak 'dengan kecepatan penuh'. Ia mengatakan langkah tersebut mengabaikan masyarakat termiskin yang tinggal negara-negara berkembang.
Sementara negara-negara kaya bersiap menggelar program vaksinasi massal, masyarakat dari negara berkembang masih bertanya-tanya kapan dan apakah mereka akan divaksin atau tidak. Sekjen PBB berulang kali mengatakan vaksin harus diperlakukan sebagai 'barang publik seluruh dunia', artinya vaksin tersedia bagi semua orang.
Pada Rabu (10/12) Guterres meminta 4,2 miliar dolar AS untuk program Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) membeli dan mengirimkan vaksin Covid-19 ke masyarakat termiskin di dunia. "Apa yang kami lihat hari ini upaya besar dari sejumlah negara untuk memastikan vaksin untuk populasi mereka sendiri," kata Guterres.
Rusia dan Inggris sudah mulai menggelar program vaksinasi. Sementara itu Pfizer mengatakan dalam beberapa hari ke depan vaksin mereka akan mendapatkan lampu hijau dari regulator obat-obatan Amerika Serikat (AS).
Regulator Kanada sudah menyetujui vaksin Pfizer dan BioNTech. Berdasarkan jajak pendapat Associated Press-NORC Center for Public Affairs Research, hanya 50 persen warga AS yang akan melakukan vaksinasi Covid-19.
Sekitar 25 persen orang dewasa yang mengikuti survei itu mengatakan mereka tidak yakin apakah ingin divaksin atau tidak. Mereka masih menunggu untuk melihat perkembangan selanjutnya.