REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Bekas kepala Biro Koordinasi dan Pengawasan (Kakorwas) Penyidik Pegawai Negeri Sipil (PPNS) Bareskrim Polri Brigjen Prasetijo Utomo mengakui menerima 20 ribu dolar AS (sekitar Rp 282 juta) dari pengusaha Tommy Sumardi. "Iya, saya terima 20 ribu dolar AS pecahan 100 dolar itu pada tanggal 27 April 2020," kata Prasetijo di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Jakarta, Kamis (10/12).
Prasetijo menjadi saksi untuk terdakwa terpidana kasus korupsi cessie Bank Bali Djoko Tjandra. "Saya terima uang di dalam mobil Tommy Sumardi," ungkap Prasetijo.
Tommy Sumardi adalah pengusaha yang juga rekan Djoko Tjandra yang diminta Djoko Tjandra untuk mengurus penghapusan nama Djoko di daftar pencarian orang (DPO) Imigrasi dan red notice di NCB Interpol. Menurut Prasetijo, uang tersebut sudah dikembalikan.
"Sudah dikembalikan saat 15 Juli 2020 saya diperiksa Propam. Saya sudah serahkan uang itu, lalu saat saya diperiksa sebagai saksi di Bareksrim pada tanggal 13 Agustus 2020 tiba-tiba anggota Propram masuk ke ruang pemeriksaan saya, mereka bawa uang, terus saya tanya, 'Mau ngapain, nih, adik-adik?' Dijawab, 'Jenderal ini saya mau serahkan uang, lalu saya serahkan ke penyidik," kata Prasetijo.
Menurut Prasetijo, saat diperiksa oleh Propam Polri, sempat dikonfrontasi dengan Tommy Sumardi. "Saya ada permintaan dari Kadiv Propam pada tanggal 15 malam saya dipertemukan dengan Tommy, Pak Kadiv saat itu Pak Sigit (Listyo Sigit yang saat itu menjabat sebagai kepala Divisi Profesi dan Penamanan Polri) bertanya, 'Abang terima tidak dari Djoko Tjandra? Saya jawab 'Jenderal jangan buat fitnah, saya tidak pernah terima dari Djoko Tjandra,'" kata dia.
"Lalu, Pak Tommy berdiri di hadapan saya menunjuk saya, lalu saya katakan juga kepada Pak Tommy dengan menunjuk, 'Kamu Ji berikan sama saya kalau memang itu uangnya saya ambil sekarang juga,' lalu saya telepon istri saya sehingga paginya istri saya ke provost," kata Prasetijo dengan nada yang sedikit naik.
Prasetijo mengaku dua kali diajak Tommy untuk bertemu dengan mantan Kepala Divisi Hubungan Internasional Polri Inspektur Jenderal Napoleon Bonaparte, yaitu pada 16 dan 27 April 2020. "Saya diajak kembali bertemu dengan Pak Napoleon pada 27 April. Saya antar dari lobi TNCC terus ke atas terus, di atas ada sespri turun lagi karena Pak Napoleon tidak ada di tempat, jadi sebentar saja," kata Prasetijo.
Saat itu Prasetijo mengaku membawa paper bag. "Tapi itu isinya keperluan pribadi saya, saya bawa masker, HP, hand sanitizer, dan obat saya. Kalau Tommy, saya tidak tahu bawa apa," tambah Prasetijo.
Setelah dari kantor Napoleon itulah Prasetijo mengaku menerima uang 20 ribudolar AS dari Tommy. Prasetijo juga mencabut berita acara pemeriksaan (BAP) yang mengatakan bahwa Irjen Napoelon Bonaparte menerima uang 50 ribu dolar AS dari Tommy Sumardi.
"BAP 13 Agustus huruf F, 'Pertemuan keempat 5 Mei 2020 Haji Tommy datang ke ruangan saya, minta tolong ditemani menghadap Kadiv Hubinter. Sesampainya di TNCC, beliau bawa paper bag yang dibawa kemarin, kemudian saya dan Haji Tommy naik ke lantai 11, saat itu bertemu dengan Kadivhubinter. Sambil keluar saya lihat Haji Tommy menyerahkan paper bag kepada Irjen Napoleon dengan mengatakan 'Ini, ya, Bang, saya taruh di sini, ya'. Saat itu Haji Tommy taruh paper bag di meja persegi panjang, meja rapat Kadiv Hubibter dan Kadiv Hubinter jawab 'Ya, thank you'. Saat kembali ke kantor saya, saya tanya 'Apa tuh Ji yang dikasih kepada Pak Kadiv', dan dijawab Pak Tommy '5 kepok' dalam artian 50.000 dolar AS' apa keterangan ini benar?" tanya jaksa penuntut umum Kejaksaan Agung.
"Saya cabut, tidak ada keterangan itu, itu ditambahi penyidik. Biar Bapak tahu kondisi saya, saya baru pulang dari RS, saya tidak stabil, dan saya diminta untuk didampingi pengacara saya tetapi ditolak," jawab Prasetijo sengit.
"Jadi, Tommy Sumardi tidak pernah memberi kepada Napoleon?" tanya jaksa.
"Tidak pernah," jawab Prasetijo.
Dalam perkara ini, Djoko Tjandra didakwa melakukan dua dakwaan. Pertama, Djoko Tjandra didakwa menyuap jaksa Pinangki Sirna Malasari sejumlah 500 ribudolar Singapura, mantan Kepala Divisi Hubungan Internasional Polri Inspektur Jenderal Napoleon Bonaparte sejumlah 200 ribu dolar Singapura dan 270 ribu dolar AS, serta mantan kepala Biro Koordinasi dan Pengawasan (Kakorwas) Penyidik Pegawai Negeri Sipil (PPNS) Bareskrim Polri Brigjen Prasetijo Utomo senilai 150 ribudolar AS.