REPUBLIKA.CO.ID, GUNUNGKIDUL -- Warga Dusun Kayoman, Desa Serut, Kecamatan Gedangsari, Kabupaten Gunungkidul, DIY, masih terus kesulitan air bersih. Bahkan, kondisi yang telah berpuluh tahun dialami warga sekitar ini tetap dirasakan walau musim hujan.
Hal itu karena Dusun Kayoman tidak memiliki sumur yang cukup dalam untuk menampung air, baik saat kemarau maupun penghujan. Salah seorang warga, Sisri (50), setiap hari harus mengambil air 5-6 kali sehari untuk memenuhi kebutuhan air sehari-hari.
"Biasanya, memakai derigen atau gentong," kata Sri, Kamis (10/12).
Ketika kemarau, sumur galian satu-satunya yang terletak di sendang setempat sudah pasti mengering. Akhirnya, berbodong-bondong warga harus mengambil air di sendang lain berjarak satu kilometer, berjalan kaki, mengantri bahkan sejak dini hari.
Seorang buruh tidak tetap di Dusun Kayoman, Tugiyo, menceritakan pengalaman yang serupa. Biasanya, kalau sudah sulit air, Tugiyo akan mengantri dari 02.00 dini hari hanya untuk mengantri mendapatkan air untuk di isi di jerigen yang beliau bawa.
"Sebenarnya juga takut, tapi namanya juga butuh air, namanya malam gelap, takut ada apa-apa, tiba-tiba ada ular atau apa kan ndak kelihatan," ujar Tugiyo.
Alternatif lain sebenarnya ada untuk memenuhui kebutuhan air bersih warga Kayoman. Yaitu, dengan membeli air dari truk tangki, namun karena rata-rata ekonomi warga prasejahtera, beli air dengan harga 300 ribu per tangki merupakan harga yang mahal.
"Beli dari mana mas, untuk makan saja susah," kata Tugiyo.
Untuk itu, Aksi Cepat Tanggap (ACT) DIY melakukan kunjungan ke Dusun Kayoman. Hal itu dilakukan sebagai langkah awal pembangunan sumur wakaf, yang akan dilaksanakan untuk memutus permasalahan warga, terutama kesulitan air bersih yang sudah menahun.
"Insya Allah akan jadi kebermanfaatan yang luas bagi warga Kayoman, serta pahala jariyah bagi para pewakif," ujar Koordinator Program ACT DIY, Kharis Pradana.