Jumat 11 Dec 2020 06:02 WIB

Upaya Cina Klaim Soal Kimchi Bikin Warga Korea Selatan Murka

Pengguna media sosial dan media tabloid di Korea Selatan marah atas klaim Cina

Rep: deutsche welle/ Red: deutsche welle
Pengguna media sosial dan media tabloid di Korea Selatan marah atas klaim Cina
Pengguna media sosial dan media tabloid di Korea Selatan marah atas klaim Cina

Pengguna media sosial dan media tabloid di Korea Selatan marah atas klaim Cina yang mengaku telah dianugerahi sertifikasi dari Organisasi Internasional untuk Standardisasi (ISO) untuk “pao cai” – hidangan sayur acar dari Sichuan – sebagai versi definitif dari “kimchi”. Padahal kimchi dikenal sebagai makanan asam pedas yang konon mewakili jiwa orang Korea.

Dalam sebuah artikel dengan gaya provokatif, surat kabar yang dikelola pemerintah Cina, Global Times, melaporkan bahwa ISO telah mengakui “pao cai” sebagai “standar internasional untuk industri kimchi, yang dipimpin oleh Cina.”

Klaim Cina tersebut kemudian dengan cepat ditolak oleh Kementerian Pertanian Korea Selatan. Mereka bersikukuh bahwa kimchi bukan hanya kubis yang difermentasi semata tetapi juga merupakan bagian sentral dari budaya makanan bangsa Korea. Dan bahwa standar industri untuk kimchi telah diakui oleh Organisai Pangan dan Pertanian PBB (FAO) sejak tahun 2011.

Tak hanya itu, kementerian pertanian Korsel juga mengungkapkan bahwa pembuatan kimchi yang dikenal sebagai “kimjang” – proses mencuci, mengasinkan sayuran, menumisnya dengan bawang putih, paprika merah dan ikan yang diawetkan sebelum menguburnya di bawah tanah dalam wadah pot dari tanah liat – telah ditetapkan sebagai Warisan Budaya Tak Benda UNESCO pada tahun 2013.

Dalam sebuah pernyataan, kementerian tersebut mengatakan bahwa Cina memang telah diberikan sertifikasi untuk pao cai, namun “perlu dipahami bahwa pao cai berbeda dengan kimchi”.

Namun pernyataan terukur dari kementerian pertanian Korea Selatan itu belum cukup bagi sebagian warga Korea. Surat kabar Chosun Ilbo misalnya mengklaim bahwa langkah tersebut adalah bagian dari “upaya terbaru Cina untuk menguasai dunia” dan menggambarkan Global Times sebagai “media propaganda”.

Kemarahan juga muncul di kalangan pengguna media sosial. Banyak yang menuliskan kekesalannya akan isu tersebut di Naver, salah satu media sosial di Korea Selatan. Salah satu pesan berbunyi: “Sangat membuat frustrasi melihat Cina mengklaim begitu banyak warisan kita.” Pengguna lain berkata: “Secara historis, Cina telah menjadi negara paling banyak menimbulkan masalah bagi Semenanjung Korea.”

Dalam sebuah komentar yang lebih tajam, salah satu pengguna menulis: “Saya yakin saya membenci Cina lebih dari saya membenci Jepang sekarang!”

Kekesalan serupa juga terlihat di Twitter. Satu pengguna mengklaim bahwa Cina seharusnya malu karena “tidak mengetahui sejarah dunia”. Pengguna lain bahkan sampai menyerukan boikot perjalanan ke Cina dan semua barang impor dari Cina.

Namun tidak semuanya marah, beberapa warga justru terlihat lebih tenang menanggapi masalah makanan yang telah menjadi bagian dari gaya hidup Korea Selatan itu. Salah satunya adalah Ahn Yinhay, seorang profesor di Korea University di Seoul yang juga pembuat kimchi yang handal setiap musim gugur tiba.

“Saya tertawa ketika mendengar bahwa Cina mencoba mengklaim hidangan mereka adalah versi ‘pasti’ dari kimchi,” katanya kepada DW.

“Saya mengerti mengapa hal ini mungkin membuat beberapa orang marah dan mendorong mereka untuk mengungkapkan kekesalan di media sosial. Tetapi kenyataannya, kimchi Korea telah diakui secara internasional selama bertahun-tahun. Ini secara efektif identik dengan budaya Korea dan upaya klaim dari Cina tidak akan membuat perubahan,” tambahnya.

Menurut Ahn, klaim tersebut tidak masuk akal. “Kedua makanan ini sama sekali berbeda dan proses pembuatan kedua hidangan juga berbeda. Saya tidak tahu apa yang dipikirkan oleh surat kabar Cina ketika menuliskan itu, tapi saya kira kita tidak perlu terkejut karena mereka adalah media yang dikelola negara,” ujarnya.

Kimchi Identitas budaya Korea

“Ini mungkin terdengar aneh, tapi kimchi adalah bagian besar dari identitas budaya kami dan itu adalah ‘jiwa’ bangsa ini dalam bentuk makanan,” katanya.

Ahn pun mengaku bahwa ia dan keluarganya makan kimchi setiap hari, terkadang sebagai lauk setiap kali makan.

Meski terkadang sangat menyengat bagi banyak orang luar, kimchi adalah bagian tidak terpisahkan dari makanan Korea, dengan lebih dari 2 juta ton dikonsumsi setiap tahunnya. Selain sering dimasukkan ke dalam semur dan sup, kimchi juga disajikan sebagai lauk dan tersedia dalam lebih dari 200 jenis.

Lebih dari 90% orang Korea Selatan mengatakan bahwa mereka makan kimchi setidaknya sekali sehari. Lebih dari 60% mengatakan memakannya saat sarapan, makan siang, dan makan malam.

"Waktu yang tidak menguntungkan"

David Tizzard, seorang profesor pendidikan di Universitas Wanita Seoul, mengatakan kepada DW bahwa klaim Cina atas hidangan tradisional Korea “muncul pada waktu yang paling buruk”. Alasannya, ada sejumlah masalah bilateral yang terus membebani hubungan kedua negara. Selain itu, warga Korea juga baru saja menyelesaikan tugas yang melelahkan menyiapkan stok kimchi untuk musim dingin.

“Dan itu terjadi di atas semua masalah yang sudah disebabkan oleh virus corona terhadap masyarakat Korea,” ujarnya.

“Menurut saya ini mungkin hanya kesalahan kecil dari The Global Times, tetapi memang ada banyak persaingan di kawasan ini saat ini. Jadi saya pikir tidak terlalu mengejutkan bahwa beberapa orang tersinggung karenanya,” tambahnya.

“Menurut saya kalau Anda bertanya kepada sebagain besar orang Korea Selatan soal ini, mereka hanya akan memberikan pandangan kosong,” katanya. "Ini sama sekali tidak masuk akal. Mereka tahu itu, dan mereka tidak perlu diberi tahu bahwa kimchi adalah makanan Korea. Ya memang itulah adanya.”

gtp/hp

Yuk koleksi buku bacaan berkualitas dari buku Republika ...
Disclaimer: Berita ini merupakan kerja sama Republika.co.id dengan deutsche welle. Hal yang terkait dengan tulisan, foto, grafis, video, dan keseluruhan isi berita menjadi tanggung jawab deutsche welle.
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement