REPUBLIKA.CO.ID, NAIROBI -- Direktur Pusat Pencegahan dan Pengendalian Penyakit (CDC) Afrika, John Nkengasong mengecam ketidakadilan vaksin. Ia mengatakan sangat buruk melihat negara kaya menerima vaksin Covid-19, sementara negara-negara Afrika tidak.
Terutama ketika jumlah kasus infeksi di benua dengan populasi 1,3 miliar orang itu meningkat tajam. Saat seluruh dunia melihat vaksinasi massal di Inggris sudah dimulai, Nkengasong memperingatkan Afrika mungkin belum mendapatkan vaksin hingga kuartal kedua 2021.
Nkengasong mendesak PBB menggelar sesi khusus untuk membahas distribusi vaksin adil yang etis. "Demi menghindari ketidakpercayaan Selatan-Utara mengenai vaksin yang mana untuk kebaikan bersama," katanya, Kamis (10/12).
Ia menambahkan Covid-19 tidak bisa dikalahkan di Barat saja. Nkengasong mengkritik 'dialog yang mencurigakan saat ini' ketika negara-negara kaya membeli vaksin 'melebihi dari yang mereka butuhkan sementara Afrika kesulitan dengan fasilitas Covax'.
Covax inisiatif multinasional dirancang untuk mengirim setidaknya sejumlah vaksin ke negara yang kurang berkembang. Nkengasong mengatakan Afrika tidak dapat vaksin yang cukup dari Covax.
Inisiatif tersebut bertujuan untuk memvaksin 60 persen populasi untuk meraih kekebalan masyarakat atau herd immunity. Ia meminta negara-negara yang memiliki dosis vaksin melebih yang mereka perlu untuk memberikannya ke Covax atau negara yang membutuhkan.
Ia memperingatkan bila proses vaksinasi terlalu lama maka Covid-19 dapat menjadi endemik di Afrika. Dalam kesempatan yang terpisah Koordinator Vaksin WHO untuk wilayah Afrika, Richard Mihigo mengatakan sudah waktunya 'untuk mengajukan permintaan yang keras' untuk kesetaraan akses.
Mihigo mengatakan 'masalah sebenarnya' beberapa negara memesan lebih banyak dosis dari yang dibutuhkan. Afrika yang menaungi 54 negara sudah mengkonfirmasi 2,3 juta kasus infeksi termasuk 100 ribu dalam satu pekan terakhir. "Jelas terjadi gelobang kedua di sini, tidak diragukan lagi," kata Nkengasong.