REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Mantan kepala Biro Koordinasi dan Pengawasan (Kakorwas) Penyidik Pegawai Negeri Sipil (PPNS) Bareskrim Polri Brigjen Prasetijo Utomo mengaku pernah menemui Djoko Tjandra di Pontianak, Kalimantan Barat pada 6 Juni 2020. Saat itu dirinya kebetulan ada program kerja juga yang berkaitan dengan monitoring Covid-19.
Dalam pertemuan itu Prasetijo mengklaim tidak tahu menahu mengenai status Djoko Tjandra yang buron.
"Saya dari Jakarta menuju Pontianak. Bersama Anita dan Pak Joni (ajudan Prasetijo) setelah tiba di Bandara Pontianak, kita keluar saya kemudian diperkenalkan sama Anita Kolopaking ke Djoko Tjandra," kata Prasetijo saat menjadi saksi di Pengadulan Tipikor Jakarta, Kamis (10/12).
"Kapan saudara tahu? Apa saudara tahu saat ke Pontianak sudah dijatuhi hukuman?," tanya Hakim Ketua Muhammad Damis.
'Tidak," jawab Prasetijo.
"Yang benar?," lanjut hakim.
"Benar, Pak. Karena penjelasannya dia orang bebas," beber jenderal bintang satu tersebut.
Tak puas mendengar jawaban Prasetijo, Hakim kemudian bertanya pada Prasetijo mengapa dia percaya begitu saja kepada Anita Kolopaking jika Djoko Tjandra adalah orang bebas. Terlebih, Prasetijo merupakan aparat penegak hukum.
"Apa alasannya saudara percaya? Kan ada putusan?," cecar Hakim.
"Saya tidak baca putusannya itu. Yang saya dapat surat Red Notice Divhubinter itu yang dijelasin Bu Anita," ujar Prasetijo.
Mengamini pernyataan Prasetijo, dalam tanggapannya, Djoko Tjandra yang duduk sebagai terdakwa tidak membantah semua keterangan Prasetijo. "Ada keberatan, " tanya Hakim kepada Djoko Tjandra. "Tidak ada, " jawabnya.
"Termasuk pertemuan pada 6 Juni, " cecar Hakim lagi. "Ya tidak, " tegas Djoko Tjandra.
Dalam tanggapannya, Prasetijo mengaku lelah dengan persidangan yang ia jalani terkait kasus yang menjeratnya, baik perkara pengurusan surat jalan maupun kasus suap red notice. Ia pun meminta keringanan kepada Majelis Hakim untuk menerapkan ases ne bis in idem terhadap dirinya.
"Saya 30 tahun menjadi Polisi RI. Saya bisa saja akui. Saya bisa saja akui gak terima 20 Ribu Dollar AS, tapi demi terangnya saya akui uang itu sudah saya berikan ke Propam. Saat menjadi terdakwa perkara surat jalan di PN Jaktim juga saya akui, di sini (Pengadilan Tipikor) saya ditanya penerimaan uang dan di PN Jaktim saya ditanya penerimaan uang, saya akui. Surat jalan juga saya juga ditanya di sini dan di sana apa ini ne bis in idem. Mohon keringanan yang mulia, saya lelah, " tutur Prasetijo.
"Sekecil info, kamu akan perhatikan terkait ne bis in idem kami tidak bisa tanggapi kecuali itu dituangkan di pledoi maka majelis akan tanggapi itu, " jawab Hakim.
Diketahui, asas ne bis in idem yaitu seseorang tidak boleh dituntut dua kali karena perbuatan yang telah mendapat putusan yang telah berkekuatan hukum tetap. Asas ne bis in idem ini berlaku dalam hal seseorang telah mendapat putusan bebas (vrijspraak), lepas (onstlag van alle rechtsvolging) atau pemidanaan (veroordeling). Sebelumnya, pada Jumat (4/12) Brigjen Prasetijo Utomo dituntut pidana 2 tahun 6 bulan penjara dalam kasus surat jalan palsu Djoko Tjandra.