REPUBLIKA.CO.ID, KAIRO -- Pengadilan Mesir pada Kamis (10/12) waktu setempat membuka persidangan pemimpin tertinggi sementara gerakan Islam Ikhwanul Muslimin, Mahmud Ezzat. Sidang tersebut digelar di Penjara Tora.
"Sidang diadakan di hadapan Pengadilan Keamanan Negara di Penjara Tora di ibu kota Kairo," kata sumber pengadilan, sebagaimana dilansir dari Al Arabiya, Jumat (11/12).
Sumber itu menambahkan, sidang berikutnya ditetapkan pada 4 Januari karena alasan prosedural. Ezzat (76 tahun), ditangkap pada akhir Agustus di Kairo setelah tujuh tahun dalam pelarian. Dia telah dijatuhi dua hukuman mati in absentia, serta penjara seumur hidup. Dia dijatuhi hukuman pada 2015 atas tuduhan terkait pembunuhan pejabat militer dan negara.
Dalam sidang yang dibuka pada Kamis (10/12) itu, Ezzat dituduh mengawasi pembunuhan tentara dan pejabat negara, terutama pembunuhan 2015 terhadap mantan Jaksa Agung Hisham Barakat. Dia juga dituduh mengawasi ledakan kendaraan di depan National Institute for Cancer, serangan yang menewaskan 20 orang pada Agustus 2019, kata sumber itu. Dia selanjutnya dituduh mengarahkan milisi cyber.
Ezzat, yang menjadi anggota Ikhwanul Muslimin sejak 1960-an, menghabiskan waktu di penjara di bawah kepresidenan Gamal Abdel Nasser dan Hosni Mubarak, dan telah beberapa kali menjabat sebagai pelaksana tugas pemimpin organisasi.
Didirikan pada tahun 1928, Ikhwanul Muslimin memantapkan dirinya pada pertengahan abad ke-20 sebagai gerakan oposisi utama di Mesir, serta di negara-negara lain di kawasan itu.
Tetapi gerakan itu dihapuskan dari lanskap politik Mesir pada 2013, setelah masa jabatan singkat satu tahun oleh salah satu anggotanya, Mohamed Morsi, yang digulingkan oleh tentara karena protes massal menentang kepresidenannya.