Jumat 11 Dec 2020 16:32 WIB

Kisah Petani Milenial Mendulang Sukses dari Agrobisnis

Melalui program petani milenial, wajah pertanian akan lebih segar dan menarik

Rep: arie lukihardianti/ Red: Hiru Muhammad
Ujang Margana (27) tak pernah ragu berprofesi sebagai petani. Usai lulus sebagai Sarjana Pendidikan pada 2015, ia langsung bergelut dengan tanah dan cangkul.
Foto: istimewa
Ujang Margana (27) tak pernah ragu berprofesi sebagai petani. Usai lulus sebagai Sarjana Pendidikan pada 2015, ia langsung bergelut dengan tanah dan cangkul.

REPUBLIKA.CO.ID, BANDUNG--Seorang pria Milenial, dengan penampilan rapi bagaikan eksekutif muda terlihat sibuk menata kafenya. Sejumlah perabotan yang menghiasi kafe miliknya ia tata di tempat yang dianggapnya tepat agar nyaman dipandang mata. Dengan cekatan, tangannya membersihkan meja kursi yang hendak ia persiapkan untuk menjamu para tamu yang datang untuk mencicipi hidangan kopi yang menjadi menu andalan kafenya. 

"Saya mulai jadi petani kopi tahun 2015,  sering ngopi di Jerman tapi tak punya kopi,"kata pemuda yang bernama Irfan Rahadian itu membuka pembicaraan. Pengalamannya tinggal di Jerman selama mengenyam pendidikan master bidang Sustainable Agriculture membuatnya jatuh cinta pada bisnis kopi. 

Pria berusia 30 tahun ini sekembalinya ke Tanah Air segera mengembangkan pertanian kopi kiwari dari hulu sampai hilir. Saat ini, omzet bisnis agronya sudah ratusan juta rupiah. "Saya liat potensi itu jadi saya bina kelompok tani kopinya saya beli dengan harga lebih mahal," ujar Irfan. 

Rupanya Irfan tak seorang diri, Ujang Margana (27) tak pernah ragu berprofesi sebagai petani. Usai lulus sebagai Sarjana Pendidikan pada 2015, ia langsung bergelut dengan tanah dan cangkul. 

Selain Irfan, Ujang Margana (27) tak pernah ragu berprofesi sebagai petani. Usai lulus sebagai Sarjana Pendidikan pada 2015, ia langsung bergelut dengan tanah dan cangkul. Ujang menjadi pertani di tanah kelahirannya, Kecamatan Cimenyan, Kabupaten Bandung. Yakni, mengembangkan pertanian komoditas bawang merah. Awalnya ia menggarap lahan seluas 1 hektare. Bawang merah yang dihasilkan dalam sekali panen mencapai 10 ton. Keuntungan yang ia dapat sekitar Rp 53 juta. Ujang dan Kelompok Tani Tricipta juga mengembangkan kegiatan penangkaran benih dan menjadi satu-satunya produsen benih bawang merah di Kabupaten Bandung.  

Berkat jerih payahnya, Ujang pun mendapatkan bantuan teknologi pertanian. Salah satunya berupa alat menyiram dari Pemda Provinsi Jabar. Dari situ, Ujang mampu membudidayakan bawang merah dengan optimal."Yang terpenting bagi petani adalah akses pasar. Pemerintah, baik pemerintah pusat, Pemerintah Kabupaten Bandung, dan Pemda Provinsi Jabar, sering membantu membuka akses pasar," katanya.

Jika sudah mendapatkan pasar, pertanian menjadi sektor yang menarik untuk berkarier. Saat ini, lahan pertanian bawang merah Ujang sudah mencapai 30 hektar. "Saya punya moto hidup yakni menjadi petani cerdas, mandiri, cepat, dan lestari. Saya kira, pertanian menjadi sektor yang menjanjikan untuk generasi muda," katanya. 

Adanya minat millenial menggarap sektor pertanian memberikan secercah harapan terkait masa depan industri pertanian. Tanpa ada regenerasi pertanian pasokan pangan kita akan terancam. Berdasarkan hasil survei pertanian antar sensus (sutas) 2018  yang dilakukan Badan Pusat Statistik, jumlah petani di Jabar mencapai 3.250.825 orang.

Dari jumlah tersebut, petani yang berusia 25-44 tahun hanya 945.574 orang atau 29 persen. Kondisi tersebut tentu memberikan efek domino bagi sektor pertanian di Jabar. Gubernur Jabar Ridwan Kamil, menilai pertanian menjadi ekonomi masa depan Provinsi Jawa Barat (Jabar). Pertanian merupakan salah satu mesin ampuh yang dapat mempercepat pemulihan ekonomi Jabar yang terpuruk karena pandemi COVID-19.

Pemerintah Provinsi Jabar berkomitmen menguatkan pertanian dengan melibatkan generasi milenial, mengembangkan teknologi pertanian, dan memperluas pasar komoditas pertanian, baik domestik maupun global. "Pertanian menjadi ekonomi utama karena terbukti tahan terhadap disrupsi. Saat sektor lain minus, pertanian justru mengalami pertumbuhan positif di tengah pandemi Covid-19," ujar Ridwan Kamil.

Namun, sektor pertanian belum menjadi magnet pekerjaan bagi generasi milenial di Jabar. Padahal, generasi milenial diharapkan membawa perubahan pada sektor pertanian masa depan. 

Melalui program Petani Milenial, pihaknya berupaya mengubah wajah pertanian menjadi segar dengan memanfaatkan teknologi agar generasi milenial tertarik menjadi petani."Saya titip perbaiki edukasi kepada anak muda. Itulah mengapa kami ingin di awal tahun depan kita melaunching secara resmi program Petani Milenial," kata Ridwan kamil. 

Nantinya, lahan milik Pemda Provinsi Jabar yang tidak terpakai dapat dimanfaatkan petani muda dengan sistem pinjam pakai atau bentuk kerja sama lainnya. Komoditas yang ditanam pun disesuaikan dengan kebutuhan pasar dan kondisi lahan. Hal itu dilakukan agar komoditas hasil petani muda dapat terserap pasar atau bahkan masuk pasar global. 

Pemda Provinsi Jabar, akan mencari off taker. Dengan begitu, petani muda dapat berkolaborasi dengan off taker mengenai komoditas apa yang mesti dihasilkan. "Nanti kita pinjamkan lahan, ada yang 1.000 meter, 5.000 meter, 1 hektare untuk ditanami sesuatu. Sesuatu itu kita yang menentukan. Kemudian kita wajib membeli, jadi mereka yang menanam tidak perlu berpikir menanam apa dan menjual kesiapa. Itu urusan pemerintah," paparnya.

Kepala Kantor Perwakilan Bank Indonesia Provinsi Jabar Herawanto, menyebutkan sektor pertanian merupakan salah sektor ekonomi yang diprioritaskan untuk segera dipulihkan. Sebab, sektor tersebut menjadi penyumbang terbesar ketiga ekonomi di Jabar setelah industri pengolahan dan perdagangan. 

"Kami cermati dalam tiga tahun terakhir, sektor tersebut (pertanian)menunjukkan tren pertumbuhan meningkat. Di masa pandemi, sektor ini menjadi salah satu sektor yang masih mampu tumbuh positif," kata Herawanto. 

Menurut Herawanto, regenerasi petani perlu dilakukan. Salah satu langkah strategis untuk menggalang partisipasi generasi muda, khususnya milenial, adalah pemanfaatan teknologi baik dari sisi mekanisasi dan digitalisasi. 

Berbicara tentang pertanian, tentunya tak terlepas dari tingginya kebutuhan pupuk. Seiring meningkatnya milenial menggarap lahan pertanian, maka kebutuhan akan pupuk pun akan meningkat. Sehingga dibutuhkan pasokan pupuk dalam jumlah cukup. 

Terkait pupuk, Direktur Utama Pupuk Kujang Maryadi mengatakan, distributor dapat mengoptimalkan tambahan alokasi pupuk bersubsidi yang diberikan  pemerintah kepada petani agar dapat menyalurkan pupuk sesuai alokasinya dengan sebaik-baiknya."Untuk para distributor agar segera dapat menyalurkan realokasi pupuk subsidi kepada petani yang berhak dengan sebaik-baiknya," ujar Maryadi di kutip dari web resmi Pupuk Kujang.

Pemerintah telah menambah alokasi subsidi pupuk sekitar Rp 3,1 triliun yang setara lebih dari 1 juta ton kepada PT Pupuk Indonesia (Persero). Hal ini dilakukan untuk menambah kuota pupuk yang sudah habis sejak awal Agustus 2020. Tambahan alokasi itu menambah stok pupuk subsidi menjadi 8,9 juta ton, dari yang sebelumnya hanya 7,9 juta ton. Adapun, penambahan alokasi pupuk urea subsidi untuk wilayah Jawa Barat sebesar 556.197 ton, itu artinya mendapat tambahan alokasi sebanyak 167.797 ton.

PT Pupuk Kujang sebagai Solusi Andal Agribisnis dan salah satu anak perusahaan PT Pupuk Indonesia selalu memastikan stok pupuk bersubsidi tersedia. Adapun ketersediaan stok pupuk subsidi di s.d 21 Oktober 2020 untuk wilayah Jawa Barat sebesar 132.456 ton atau 633 persen dari ketentuan minimum pemerintah. Rinciannya pupuk Urea sebanyak 112.372 ton, Pupuk NPK 20.791 ton dan Petroganik 9.467 ton.

 

BACA JUGA: Ikuti Serial Sejarah dan Peradaban Islam di Islam Digest , Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement