Jumat 11 Dec 2020 18:30 WIB

Australia Adili Tentara Elitenya, Turki Terhadap Kurdi? 

Pengadilan Turki terhadap pelaku serangan ke Kurdi dipertanyakan

Rep: Fuji E Permana/ Red: Nashih Nashrullah
Pengadilan Turki terhadap pelaku serangan ke Kurdi dipertanyakan. Bendera Turki di jembatan Martir, Turki
Foto: AP
Pengadilan Turki terhadap pelaku serangan ke Kurdi dipertanyakan. Bendera Turki di jembatan Martir, Turki

REPUBLIKA.CO.ID, Hampir sepekan setelah dia menjanjikan reformasi peradilan dan demokrasi, orang kuat di Turki Presiden Recep Tayyip Erdogan menemukan kembali dirinya yang lslamis. Dia mengingatkan dunia sekali lagi betapa korup dan munafik pemahaman tentang keadilan universal. 

"Kami mengamati bahwa teror negara (Israel) terhadap warga Palestina terus berlanjut, anak-anak Palestina sedang dibunuh," kata Erdogan dalam pidatonya saat mengeluhkan ketidakadilan.  

Baca Juga

Dalam tulisan analisis Burak Bekdil yang dipublikasikan laman Middle East Forum pada 9 Desember 2020, Bekdil, mengriktik kebijakan Erdogan dan membandingkannya dengan Sikap Australia.  

Beberapa hari sebelumnya, juru bicara Erdogan, Ibrahim Kalin menggambarkan pembunuhan oleh Angkatan Pertahanan Australia (ADF) terhadap lusinan warga sipil Afghanistan sebagai 'barbarisme modern'.

Temuan penyelidikan empat tahun terhadap ADF, benar-benar mengkonfirmasi deskripsi Kalin sebagai barbarisme. Tentara junior diberitahu untuk melakukan pembunuhan pertama mereka dengan menembak tahanan, dalam praktik yang dikenal sebagai 'blooding'.

Senjata dan barang-barang lainnya disimpan di dekat tubuh orang Afghanistan untuk menutupi kejahatan praktik blooding. Dua insiden tambahan bisa merupakan kejahatan perang berupa perlakuan kejam.

Media pro Erdogan melompat ke dalam cerita ADF, meliputnya dengan tajuk utama dan komentar, menyoroti gagasan bahwa Barat juga bisa menjadi biadab. Ini sebenarnya adalah upaya setengah sadar untuk melegitimasi praktik biadab yang umumnya ekstrem di dunia Islam. Demi kebenaran, baik Erdogan maupun juru bicaranya harus diingatkan tentang kesamaan barbarisme di negara mereka sendiri.

Kisah Australia yang tidak menyenangkan menggambarkan bagaimana di negara-negara demokratis dengan pengawasan dan keseimbangan yang kuat serta pemisahan kekuasaan, rasa bersalah negara muncul di ranah publik secara transparan, dan para pelakunya dibawa ke pengadilan terlepas dari jabatan publik mereka dan kewarganegaraan para korban.

Pelapor kasus Australia adalah Australian Broadcasting Company (ABC) publik. Perdana Menteri Australia Scott Morrison mengatakan bahwa penyelidik khusus akan ditunjuk untuk mempertimbangkan penuntutan dari informasi yang terkandung dalam laporan tersebut. Satu skuadron SAS (Resimen Layanan Udara Khusus) ditutup. 

Pemerintah mengatakan akan membentuk panel pengawasan independen untuk memberikan akuntabilitas dan transparansi yang berada di luar rantai komando ADF.

PM Morrison juga menelepon Presiden Afghanistan Ashraf Ghani untuk mengungkapkan kesedihan yang terdalam atas temuan tersebut. Begitu banyak kebiadaban Australia. Kebanyakan orang Turki akan sangat iri dengan kebiadaban modern yang dilakukan pejabat publik.

 

BACA JUGA: Ikuti News Analysis News Analysis Isu-Isu Terkini Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement