REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menjelaskan bahwa perkara korupsi suap yang menjerat Menteri Sosial Juliari Peter Batubara (JPB) merupakan murni perkara hukum dan tidak ada kaitannya dengan latar belakang tersangka. Hal itu disampaikan menyusul posisi JPB yang merupakan kader sekaligus wakil bendahara umum PDIP.
"Perlu kami tegaskan, perkara-perkara yang ditangani KPK murni penegakan hukum bukan soal terkait adanya latar belakang sosial politik para pelakunya," kata Plt Juru Bicara KPK Ali Fikri saat dihubungi, Jumat (11/12).
Dia menjelaskan, saat ini KPK telah memiliki bukti permulaan adanya dugaan uang yang diterima oleh pihak-pihak yang telah ditetapkan sebagai tersangka penerima. Kendati, sambung dia, KPK tetap akan melacak aliran dana ke pihak tertentu sebagai bagian dari materi penyidikan.
"Terkait aliran tentu ini materi penyidikan yang akan terus digali dan dikonfirmasi dari saksi-saksi yang akan dipanggil dan diperiksa tim penyidik," katanya.
Seperti diketahui, KPK telah menetapkan JPB bersama empat orang lainnya sebagai tersangka kasus tersebut, yaitu Matheus Joko Santoso (MJS) dan Adi Wahyono (AW) serta dari pihak swasta Ardian I M (AIM) dan Harry Sidabuke (HS). KPK menduga Mensos menerima suap senilai Rp 17 miliar dari “fee" pengadaan bantuan sosial sembako untuk masyarakat terdampak Covid-19 di Jabodetabek.
"Pada pelaksanaan paket bansos sembako periode pertama, diduga diterima fee Rp 12 miliar yang pembagiannya diberikan secara tunai oleh MJS kepada JPB melalui AW dengan nilai sekitar Rp 8,2 miliar," kata Ketua KPK Firli Bahuri.
Pemberian uang tersebut selanjutnya dikelola oleh Eko dan Shelvy N selaku orang kepercayaan Juliari untuk digunakan membayar berbagai keperluan pribadi Juliari. Untuk periode kedua pelaksanaan paket bansos sembako, terkumpul uang fee dari Oktober 2020 sampai dengan Desember 2020 sejumlah sekitar Rp 8,8 miliar yang juga diduga akan dipergunakan untuk keperluan JPB.
Tersangka MJS dan AW disangkakan melanggar Pasal 12 huruf a atau Pasal 12 huruf b atau Pasal 11 dan Pasal 12 huruf (i) Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi Juncto Pasal 55 ayat 1 ke 1 KUHP.
Tersangka AIM dan HS disangkakan melanggar Pasal 5 ayat (1) huruf a atau Pasal 5 ayat (1) huruf b atau Pasal 13 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 4 Tahun 2001 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.
Sedangkan Menteri Juliari disangkakan melanggar Pasal 12 huruf a atau Pasal 12 huruf b atau Pasal 11 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi Jo Pasal 55 ayat 1 ke 1 KUHP.