REPUBLIKA.CO.ID, Adalah impian Sultan Suleiman I untuk menguasai seluruh Laut Tengah. Kekaisaran Romawi Suci berusaha melawan kekuatan armada Turki Utsmaniyah di lautan.
Pada 28 September 1538, pertempuran pecah di dekat Preveza, pesisir Yunani barat. Dalam perang tersebut, Turki berhadapan dengan Spanyol- Habsburg dan sekutunya, termasuk prajurit The Holy League yang dikumpulkan Paus Paul III.
Suleiman I menunjuk bajak laut Muslim terkemuka, Hayreddin (Khair ad-Din) Barbarossa, sebagai komandan pertempuran. Kedua belah pihak memiliki armada laut yang cukup seimbang, yakni sekitar seratusan unit kapal.
Namun, Barbarossa menerapkan strategi yang lebih jitu untuk mendesak kapal-kapal aliansi Spanyol. Akhirnya, Turki meraih kemenangan telak tanpa kehilangan sebuah kapal pun.
Hasil dari Perang Preveza membuka jalan bagi kedaulatan maritim Turki di seluruh Mediterania. Prancis melihat fakta itu sebagai kesempatan untuk terus menekan saingannya, Habsburg, dari arah lautan.
Setelah mengirimkan utusan ke Konstantinopel, Francis I mengumumkan aliansi Turki-Prancis. Tujuannya untuk merebut kembali kota pelabuhan Nice di Prancis selatan.
Pasukan Turki dipimpin Khair ad-Din Barbarossa, sedangkan Prancis oleh Francois de Bourbon. Pada 6 Agustus 1543, kekuatan gabungan Turki-Prancis itu bergerak menuju Nice.
Penguasa kota tersebut yang juga partner Charles V, Charles III, memutuskan untuk bertahan total. Setelah digempur terus-menerus, Charles III akhirnya mengibarkan bendera putih pada 22 Agustus 1543. Dalam pengepungan ini, persiapan Turki terbukti lebih baik daripada Prancis.
Kastil De Cimiez tidak dapat direbut karena bubuk mesiu yang dijanjikan Prancis untuk meriam-meriam Turki tidak kunjung datang. Sebelumnya, Barbarossa pun berkali-kali mengeluhkan kurangnya perlengkapan yang disediakan kapal-kapal Prancis.
Katanya dengan kecewa, “Apakah kalian (awak kapal Prancis) lebih suka mengisi tong dengan minuman anggur daripada bubuk mesiu?”
Memasuki musim dingin, Francis I mengizinkan Turki agar singgah di Toulon, Prancis sebelum melanjutkan misi menyerang armada Kekaisaran Roma Suci. Raja Prancis itu menyuruh seluruh penduduk setempat untuk hijrah sementara waktu ke luar kota. Hanya kepala keluarga yang diperbolehkan tinggal di masing-masing rumah.
Sebagai kompensasinya, mereka dibebaskan dari kewajiban membayar pajak selama 10 tahun. Sekitar 30 ribu prajurit Turki kemudian bertempat tinggal di sana. Selama waktu singgah itu, Katedral Toulon diubah menjadi masjid. Azan pun berkumandang untuk pertama kalinya di kota tersebut.