REPUBLIKA.CO.ID,MATARAM -- Kepala Badan Pengatuh Hilir Minyak dan Gas Bumi (BPH Migas) Fanshurullah Asa, mengatakan, program BBM Satu Harga yang terus ditambah akan meningkatkan pertumbuhan ekonomi di wilayah terdepan, terpencil, dan tertinggal (3T). Sebab, masyarakat dipastikan akan lebih mudah dalam mengakses kebutuhan energi dengan harga terjangkau.
"Wilayah 3T bukan lagi menjadi beban penderita negara, tapi menjadi pusat-pusat pertumbuhan ekonomi," kata Ifan dalam Peresmian Lembaga Penyalur BBM Satu Harga di Mataram, NTB, Sabtu (12/12).
Ia mengatakan, dengan semakin mudahnya akses terhadap BBM yang satu harga, masyarakat di daerah pinggiran, utamanya nelayan, petani, maupun pelaku UMKM. "Dengan harga produknya yang sama, margin bisa lebih besar karena biaya energinya lebih murah, dan ini akan memunculkan wirausaha-wirausaha baru," katanya.
Menurut Fanshurullah, program BBM Satu Harga juga sekaligus menjadi antitesis dari prinsip trickel down effect. Prinsip tersebut menyatakan bahwa pertumbuhan ekonomi yang terpusat pada satu daerah bisa menetes ke daerah sehingga diharapkan terjadi pertumbuhan ekonomi.
Namun, ia berpendapat, pertumbuhan ekonomi agar bergerak jika terdapat keadilan yang dimulai dari pinggiran daerah."Keadilan justru yang menggerakkan pertumbuhan ekonomi. Bukan sebaliknya yang dengan pertumbuhan terpusat lalu menetes ke daerah untuk mewujudkan keadilan," kata Fanshurullah Mataram, Nusa Tenggara Barat, Sabtu (12/12).
Lebih lanjut, menurutnya, jika pemerintah hanya terus mengutamakan pembangunan yang terpusat, kawasan 3T tidak akan pernah tersentuh. Karena itu, BBM Satu Harga sekaligus menjadi wujud implementasi dari Keadilan Sosial Bagi Seluruh Rakyat Indonesia.
Adapun, untuk target pembangunan 83 penyalur BBM Satu Harga untuk tahun 2020 telah tercapai. Dengan dicapainya pembangunan tersebut, total lembaga penyalur BBM Satu Harga yang dibangun sejak 2017 sebanyak 253 penyalur.
"Pemerintah ingin mewujudkan keadilan ketersediaan, keadilan distribusi, dan keadilan harga di bidang energi dan ini tidak hanya jargon," katanya.
Fanshurullah menjelaskan, ke-83 lembaga penyalur tersebut seluruhnya tersebar di wilayah terdepan, terpencil, dan tertinggal (3T). Lebih detail, yakni 13 Penyalur di Sumatera, 13 di Kalimantan, 21 di NTB dan NTT, 7 di Sulawesi, dan 29 Penyalur di Maluku dan Papua.