Ahad 13 Dec 2020 12:42 WIB

Pengamat: Penangkapan Pelaku Teror Kini Lebih Humanis

Penanganan Densus 88 terhadap pelaku teror kini terlihat ada perubahan besar.

Penangkapan tersangka tindak pidana terorisme (ilustrasi)
Foto: republika
Penangkapan tersangka tindak pidana terorisme (ilustrasi)

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Pengamat kepolisian Dr Edi Saputra Hasibuan mengatakan penangkapan para pelaku terorisme oleh Detasemen Khusus (Densus) 88 Anti Teror Polri kini lebih menggunakan sikap humanis dan tidak dilakukan secara terbuka. "Penanganan Densus 88 terhadap pelaku teror kini terlihat ada perubahan besar. Kita melihat setiap penegakan hukum terhadap pelaku teror kini lebih mengedepankan tindakan yang humanis dan menghindari penegakan hukum terbuka," katanya di Jakarta, Ahad (13/12).

Mantan anggota Komisi Kepolisian Nasional (Kompolnas) ini mengatakan penegakan hukum terbuka selama ini banyak dikritisi masyarakat karena cenderung kurang menjunjung tinggi hak azasi manusia (HAM).

Baca Juga

Dalam keterangan tertulisnya, Edi mengapresiasi kinerja Densus 88 Anti Teror Polri yang kini dipimpin Irjan Pol Martinus Hukom karena melakukan penegakan hukum dengan cara lebih humanis.

Pada 10 Desember 2020, Densus 88 Anti Teror Polri menangkap Zulkarnain, pelaku teror pada bom Bali I tahun 2002. Buronan selama 18 tahun ini ditangkap tanpa perlawanan di Kabupaten Lampung Timur. Dia merupakan salah satu tokoh yang bertanggung jawab atas tragedi bom Bali I.

Tersangka ini diduga juga terlibat aksi teror di Kabupaten Poso, Sulawesi Tengah dan Ambon. Dia diduga juga menyembunyikan pelaku teror lain, yakni Upi Lawanga yang telah tertangkap sebelumnya.

Sebelum menangkap Zulkarnain, Densus 88 Polri juga menangkap Taufik Bulaga alias Upik Lawanga yang telah bersembunyi di Lampung Tengah, lewat operasi yang digelar pada 23 November 2020.

Upik Lawanga diduga terlibat serangkaian aksi terorisme Poso pada 2004-2006, dan memiliki kemampuan merakit bom. Edi juga mengapresiasi temuan Densus 88 Anti Teror soal kotak amal yang ditaruh di tempat umum menjadi sumber dana terorisme.

"Kotak amal ini mengatasnamakan untuk bantuan anak yatim dan sumbangan kemanusiaan," kata dosen di Universitas Bhayangkara ini.

Dia minta Polri menggandeng tokoh agama untuk melakukan penertiban kotak amal yang terbukti disalahgunakan bukan untuk tujuan kemanusiaan.

 

sumber : Antara
BACA JUGA: Ikuti Serial Sejarah dan Peradaban Islam di Islam Digest , Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement