REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA-- Pakar hukum pidana dari Universitas Trisakti, Abdul Fickar Hadjar menilai, Presiden Joko Widodo (Jokowi) harusnya berinisiatif membentuk tim pencari fakta untuk mencari kebenaran terkait enam orang laskar Front Pembela Islam (FPI) yang meninggal ditembak. Sehingga, peristiwa tersebut dapat terungkap secara jelas kepada masyarakat.
"Pelanggar hukum sekalipun tidak boleh dibunuh tanpa proses hukum, ini namanya extra judicial killing. Nampaknya, Presiden Jokowi kurang peka dan menyadari kalau yang ditembak itu warga sipil. Sangat disayangkan Jokowi mengeluarkan pernyataan yang kesannya membela polisi," katanya saat dihubungi Republika, Ahad (13/12).
Kemudian, ia melanjutkan sebagai negarawan Presiden Jokowi harus menyusut peristiwa tersebut dengan tuntas. Salah satunya membentuk tim untuk mencari kebenaran tentang siapa saja yang terlibat dan kenapa terjadi seperti itu.
"Presiden Jokowi harus membentuk tim pencari fakta untuk mencari kebenaran. Ini semua dalam konteks berkomitmen sebagai negara demokrasi berdasarkan hukum," kata dia.
Sebelumnya diketahui, Presiden Joko Widodo (Jokowi) buka suara terkait terbunuhnya enam laskar Front Pembela Islam (FPI). Jokowi mengatakan, aparat penegakan hukum, dalam hal ini kepolisian, berkewajiban untuk menegakkan hukum secara tegas dan adil.
Dalam menjalankan tugasnya pun, presiden mengatakan, aparat dilindungi oleh hukum dan aturan yang berlaku. "Ingat, aparat hukum itu dilindungi oleh hukum dalam menjalankan tugasnya," kata Jokowi dalam keterangan pers di Istana Kepresidenan Bogor, Ahad (13/12) siang.
"Untuk itu, tidak boleh ada warga dari masyarakat yang semena-mena melanggar hukum yang merugikan masyarakat, apalagi membahayakan bangsa dan negara, dan aparat hukum tidak boleh mundur sedikit pun," ujar Jokowi.