Senin 14 Dec 2020 06:05 WIB

Pengungsi Turkmen di Suriah Hadapi Musim Dingin yang Keras

Pengungsi Suriah menceritakan tentang kondisi kehidupan yang buruk

Red: Nur Aini
Pengungsi Suriah
Pengungsi Suriah

​​​​​​​REPUBLIKA.CO.ID, IDLIB -- Keluarga-keluarga Turkmen yang mengungsi akibat serangan rezim Suriah Bashar al-Assad tengah menghadapi kesulitan dalam penyediaan pakaian musim dingin untuk anak-anak mereka dan bahan bakar untuk pemanas saat cuaca dingin mulai.

Keluarga yang meninggalkan wilayah yang didominasi suku Turkmen di Bayirbucak, yang terletak di utara kota Latakia, berlindung di sebuah kamp di desa Kherbet Eljoz, sebelah barat Idlib. Anak-anak mereka menggigil kedinginan saat berjalan kaki dengan sandal atau bahkan tanpa alas kaki.

Baca Juga

Sabah Fual meninggalkan kampung halamannya di tengah serangan rezim dan Rusia, dan mereka menetap di kamp Turkmenistan. Dia mengatakan kepada Anadolu Agency tentang kondisi kehidupan yang buruk karena tenda tidak dapat melindungi mereka dari hujan yang dingin.

"Para warga sengsara saat hujan deras. Lumpur menyelimuti di mana-mana," kata dia.

Dia menunjukkan bahwa sebagian dari mereka bahkan harus membakar pakaian anak-anak mereka untuk pemanas karena mereka kekurangan kayu dan bahan bakar.

Suriah dilanda perang saudara sejak awal 2011, ketika rezim Assad menindak para pengunjuk rasa pro-demokrasi. Ratusan ribu orang tewas dan lebih dari 10 juta mengungsi, menurut data PBB.

'Kami membutuhkan kayu dan kompor'

Sementara itu, Hussein Abdullah, warga Turkmen lainnya yang kehilangan tempat tinggal, mengatakan, "Kami sengsara karena panas di musim panas dan dingin di musim dingin. Anak-anak kami sakit."

Anak-anak harus berjalan jauh untuk sampai ke sekolah terdekat, karena tidak ada sekolah terdekat.

"Kami sedang melalui masa-masa sulit. Kami membutuhkan kayu dan kompor," imbuh dia.

Pada Mei 2017, empat zona de-eskalasi ditetapkan dalam pembicaraan yang diadakan di ibu kota Kazakhstan, Nur-Sultan, yang juga dikenal sebagai proses Astana. Namun, rezim merebut tiga dari empat wilayah dengan dukungan serangan udara Rusia.

Pembicaraan antara Ankara dan Moskow di Sochi, Rusia untuk mengkonsolidasikan perjanjian gencatan senjata diadakan pada September 2018. Namun, pasukan Rusia dan rezim Assad memulai operasi militer untuk merebut seluruh wilayah pada Mei 2019 dan merebut beberapa daerah pemukiman besar di dalam zona de-eskalasi Idlib.

Pada 5 Maret, Turki dan Rusia mengadakan pembicaraan di Moskow dan mencapai kesepakatan baru. Gencatan senjata, yang kadang-kadang dilanggar oleh pasukan rezim, sebagian besar masih utuh.

Sejak 2017, hampir 2 juta warga sipil terpaksa bermigrasi ke wilayah yang dekat dengan perbatasan Turki akibat serangan pasukan rezim dan Rusia.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement