REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Potensi ekspor produk industri kehutanan Indonesia dari sektor hulu-hilir ke Jepang masih terbuka luas. Namun, tetap harus mematuhi regulasi pelestarian lingkungan yang ketat di Jepang.
Duta Besar RI untuk Tokyo, Heri Akhmadi, mengatakan, Indonesia masuk dalam tiga besar pengekspor produk kertas ke Jepang, dengan pangsa 13 persen dan bersaing ketat dengan China, Amerika Serikat, Finlandia dan Korea Selatan.
Berkaitan dengan Sasaran Pembangunan Berkelanjutan (Sustainable Development Goals-SDGs) pada industri pulp and paper, Heri menegaskan, dalam kerjasama industri kehutanan hulu-hilir, Indonesia-Jepang, perlu lebih ditingkatkan koordinasi, komunikasi dan perhatian pada komunitas lokal.
“SDGs tidak hanya tentang pembangunan ekonomi dan ekologi, tetapi juga tentang masyarakat dan perlu dipastikan bahwa SDGs akan membantu masyarakat atau komunitas lokal mendapatkan kehidupan yang lebih baik sambil menjaga hutan dan keanekaragaman hayati,” kata Heri dalam keterangannya diterima Republika.co.id, Senin (14/12).
Ketua Umum Asosiasi Pengusaha Hutan Indonesia (APHI) yang juga Ketua Forum Komunikasi Masyarakat Perhutanan Indonesia (FKMPI), Indroyono Soesilo, menyampaikan, pandemi Covid-19 telah mengakibatkan ekspor produk kehutanan Indonesia ke Jepang periode Januari-November 2020 turun 15 persen dari 1,24 miliar dolar AS tahun 2019 menjadi 1,06 miliar dolar AS tahun ini.
“Khusus untuk produk kertas, ekspor ke Jepang pada Januari-November 2020 mencapai 307 juta dolar AS, turun 14 persen dibanding ekspor tahun 2019 pada periode yang sama yang mencapai 357 juta dolar AS.
Untuk meningkatkan ekspor pulp dan paper ke Jepang, Indroyono menjelaskan, konsumen di Jepang yang memiliki preferensi yang tinggi terhadap lingkungan. Perlu diyakinkan bahwa pulp dan paper di Indonesia merupakan produk yang bahan bakunya berasal dari hutan tanaman yang lestari. Selain itu juga telah disertifikasi melalui Sistem Verifikasi Legalitas Kayu, maupun skema voluntary seperti Programme for Endorsement of Forest Certification (PEFC).
Direktur Usaha Hutan Produksi KLHK, Istanto menyatakan bahwa di Indonesia terdapat 293 Unit Usaha Hutan Tanaman Industri (HTI). Sebanyak 75 persen di antaranya memasok bahan baku untuk 10 Industri Pulp dan Kertas di tanah air, empat diantaranya adalah investasi Jepang.
“Investasi Jepang untuk sektor usaha HTI pulp dan kertas ini perlu lebih dikembangkan di masa depan,” ujarnya.
Sementara itu, Direktur Eksekutif Asosiasi Pulp & Kertas Indonesia (APKI), Liana Bratasida mengemukakan bahwa 50 persen bahan baku kertas datang dari hutan tanaman dan 50 persen sisanya merupakan kertas daur ulang.
“Jepang termasuk salah satu negara pengekspor kertas daur ulang yang besar ke Indonesia, dan kegiatan daur ulang kertas tentu sangat mendukung aspek lingkungan hidup dan sesuai dengan sasaran SDGs,” kata Liana.
Di samping itu, Liana menambahkan, berbagai peraturan dan sertifikat wajib seperti SVLK (Kayu Legal), dan Sertifikat PHPL, serta sertifikat sukarela seperti Ecolabel, IFCC/PFCC, Green Industry Standard dan Green Public Procurement sudah dimiliki oleh produsen produsen pulp dan kertas di Indonesia.
“Ini semua juga mendukung SDGs, dan diharapkan, melalui produk berkualitas dan berstandard internasional tadi maka produk kertas dan pulp Indonesia dapat masuk ke Pasar Jepang tanpa halangan, seperti masuk ke Tokyo Metropolitan Government yang sudah mulai menerapkan Revision of Green Procurement Policy 2020," ujarnya.