REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA--Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) mulai melakukan penelusuran terhadap dana yang diterima tersangka Menteri Kelautan dan Perikanan (KKP) Edhy Prabowo (EP) dan staf khususnya Andreau Pribadi Misata (APM) kepada pihak lain. Pemeriksaan dilakukan berkaitan dengan perkara perizinan ekspor benih lobster.
"Diperiksa penyidik seputar pengetahuan saksi mengenai dugaan adanya aliran uang yang diterima tersangka APM dan EP kepada pihak lain yang diduga bersumber dari perijinan ekspor benur di KKP," kata Plt Juru Bicara KPK Ali Fikri di Jakarta, Senin (14/12).
Lembaga antirasuah itu memanggil dua orang saksi guna melakukan penelusuran dana tersebut. Ali mengatakan, KPK memanggil sekretaris pribadi Menteri KKP, Fidya Yusri dan Anggia Putri. "Mereka sebelumnya mangkir dari panggilan penyidik KPK," kata Ali lagi.
Disaat yang bersamaan, KPK juga melakukan pemeriksaan terhadap Andreau Pribadi Misata dan tersangka pihak swasta Amiril Mukminin (AM). Kedua tersangka itu diperiksa KPK dalam kapasitasnya sebagai saksi dalam perkara perizinan penetapan ekspor benih lobster tersebut.
Ali menjelaskan, KPK meminta kesaksian tersangka Andreau terkait pengetahuannya tentang pelaksanaan tugas tim uji tuntas (due diligence) kementerian KKP terkait ekspor benur lobster. Sedangkan AM diminta kesaksiannya berkenaan dengan aliran dana Edhy Prabowo.
"Saksi AM dikonfirmasi penyidik terkait pengetahuan saksi soal dugaan penerimaan uang yang diterima tersangka EP dari pihak-pihak yang berhubungan dengan perizinan ekspor benih lobster," katanya.
Seperti diketahui, KPK menetapkan tujuh tersangka terkait penetapan perizinan ekspor benih lobster pada Rabu (25/11) malam. KPK mengamankan Direktur PT Duta Putra Perkasa (DPP) Suharjito (SJT) sebagai penyuap.
KPK juga menangkap Menteri KKP Edhy Prabowo (EP), Staf khusus Menteri KKP Safri (SAF), Pengurus PT ACK Siswadi (SWD), Staf Istri Menteri KKP Ainul Faqih (AF), Andreu Pribadi Misata (APM) dan Amiril Mukminin (AM) sebagai penerima. Mereka diduga telah menerima suap sebesar Rp 9,8 miliar.
Para tersangka penerima disangkakan melanggar Pasal 12 ayat (1) huruf a atau b atau Pasal 11 Undang-Undang Nomor 31 tahun 1999 sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang nomor 20 tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi juncto Pasal 55 ayat (1) ke 1 KUHP juncto Pasal 64 ayat (1) KUHP.
Sementara tersangka pemberi disangkakan melanggar Pasal 5 ayat (1) huruf a atau b atau Pasal 13 Undang-Undang nomor 31 tahun 1999 sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang nomor 20 tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi juncto Pasal 55 ayat (1) ke 1 KUHP juncto Pasal 64 ayat (1) KUHP.