REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Kementerian Keuangan menyatakan telah memberikan sejumlah insentif fiskal dan alokasi anggaran belanja terhadap sektor properti. Adapun cakupannya seperti subsidi selisih bunga (SSB), subsidi bantuan uang muka (SBUM), bantuan pembiayaan perumahan berbasis tabungan (BP2BT), bantuan stimulan perumahan swadaya (BSPS), dana alokasi khusus fisik (DAKF) serta dana bergulir fasilitas pembiayaan.
Direktur Jenderal Perbendaharaan Kementerian Keuangan Andin Hadiyanto mengatakan dukungan pemerintah dari tahun ke tahun mengalami peningkatan. Tercatat pada 2020, dana bergulir FLPP senilai Rp 9 triliun, SBUM senilai Rp 600 miliar, dan SSB senilai Rp 3,87 triliun.
Sedangkan PMN kepada Sarana Multigriya Finansial (SMF) senilai Rp 1,75 triliun, penyaluran ekonomi nasional (PEN) perumahan senilai Rp 1,3 triliun dan DAKF senilai Rp 1,42 triliun. Pada 2021, alokasi tersebut bertambah, yakni dana bergulir FLPP senilai Rp 16,62 triliun, SBUM senilai Rp 630 miliar dan SSB senilai Rp 5,97 triliun, PMN bagi SMF senilai Rp 2,25 triliun dan DAKF senilai Rp 1 triliun.
“Dengan dukungan pemerintah tersebut, kami optimistis para pelaku sektor properti atau perumahan dapat diakselerasi dengan baik. Perbankan khususnya dapat memaksimalkan perannya menjadi penyalur dana pemerintah baik anggaran subsidi maupun dana PEN yang sudah dialirkan sejak Juni lalu,” ujarnya dalam keterangan resmi, Senin (14/12).
Dari sisi lain, Andin memprediksi pertumbuhan ekonomi Indonesia sebesar lima persen pada 2021. Adapun angka ini membaik jika dibandingkan pada 2020 yang mengalami kontraksi minus 1,7 persen sampai minus 0,6 persen.
“Pada 2021 menjadi tahun penuh harapan dan optimisme dalam proses pemulihan ekonomi, tidak hanya di Indonesia tapi juga secara global. Semua sektor diharapkan dapat pulih dan memberikan kontribusi untuk mendorong pertumbuhan ekonomi termasuk sektor properti atau perumahan,” ucapnya.
Untuk memacu sektor tersebut, menurutnya, diperlukan dukungan seluruh stakeholders diantaranya pemerintah, jasa keuangan, dan perbankan, pengembang dan sektor pendukung lain yang menjadi ekosistem sektor ini.
“Karena sektor properti sangat strategis, melekat berbagai dimensi, tidak hanya dimensi ekonomi, tapi juga dimensi sosial, keuangan dan fiskal. Tujuan utamanya untuk mengurangi backlog perumahan nasional, jadi akan banyak tambahan rumah yang bisa diakses masyarakat, khususnya untuk masyarakat berpenghasilan rendah (MBR),” ucapnya.
Ke depan Andin menilai dibutuhkan intervensi langsung dari pemerintah bagi MBR. Sebab angka backlog kepemilikan rumah sebesar 11,4 juta orang sedangkan backlog keterhunian sebesar 7,6 juta orang.
“Intervensi yang dilakukan pemerintah mencakup sejumlah aspek diantaranya mendorong supply side dengan mengusahakan ketersediaan rumah, meningkatkan akses pembiayaan, harga rumah yang terjangkau dan program berkelanjutan,” ucapnya.
Sementara Direktur Utama PT Bank Tabungan Negara (Persero) Tbk Pahala Mansury menambahkan penyaluran dana PEN senilai Rp 25,6 triliun per November 2020. Adapun realisasi ini hampir mencapai target yang ditetapkan pemerintah senilai Rp 30 triliun.