Senin 14 Dec 2020 13:34 WIB

Petani Banyumas Keluhkan Sulitnya Mendapat Pupuk Subsidi

Keluhan sulitnya dapat pupuk subsidi dialami oleh pemilik kartu tani.

Rep: Eko Widiyatno/ Red: Dwi Murdaningsih
Petani menabur pupuk urea (ilustrasi)
Foto: Antara
Petani menabur pupuk urea (ilustrasi)

REPUBLIKA.CO.ID,  BANYUMAS -- Petani di berbagai daerah di Kabupaten Banyumas, mengeluhkan sulitnya mendapatkan pupuk subsidi. Keluhan tidak hanya disampaikan petani yang tidak mendapatkan kartu tani, tapi juga oleh petani yang sudah memiliki kartu tani.

''Saat ini kami sudah selesai musim tanam, dan mulai melakukan pemupukan pertama. Namun saat kami membutuhkan pupuk, untuk mendapatkan pupuk subsidi sulitnya minta ampun.'' kata Trisno (52), seorang petani di Desa Margasana Kecamatan Jatilawang  Kabupaten Banyumas, Ahad (13/12).

Baca Juga

Menurutnya, dalam program kartu tani ini, petani yang memiliki kartu hanya mendapat jatah membeli pupuk subsidi sebanyak 10 kg per 0,1 hektar. Pupuk subsidi ini dijual di kios-kios tertentu, dengan harga Rp 90.000-Rp 100 ribu per kantong isi 50 kg.

Namun dia menyebutkan, alokasi pupuk subsidi sebanyak 10 kg per 0,1 hektar sawah, tidak mencukupi untuk kebutuhan tanaman padi. Seharusnya, untuk sekali pemupukan dibutuhkan sedikitnya 20 kg per 0,1 hektar.

''Untuk baru untuk sekali pemupukan. Sedangkan tanaman padi membutuhkan membutuhkan dua kali pemupukan. Saya tidak tahu, apakah pada pemupukan kedua masih mendapat jatah pupuk subsidi lagi atau tidak,'' katanya.  

Keluhan serupa juga disampaikan Narto (60), seorang petani di Desa Notog Kecamatan Patikraja Kabupaten Banyumas. Dia menyebutkan, dalam sistem distribusi pupuk di desanya, petani yang tidak mendapat kartu tani masih bisa membeli pupuk subsidi di kios yang ditunjuk pemerintah desa.

''Tapi ya itu, jatah pupuk subsidinya tidak cukup untuk memenuhi kebutuhan tanaman karena hanya dijatah 10 kg per 0,1 hektar. Agar bisa mencukupi, kami terpaksa membeli pupuk non subsidi yang harganya tiga kali lebih mahal daripada pupuk subsidi,'' jelasnya.

Kepala Gabungan Kelompok Tani Maju Makmur Desa Notog, Rohim, mengakui banyaknya persoalan yang terjadi setelah diterapkan sistem kartu tani. Antara lain, menyangkut masalah kepemilikan kartu tani.

''Dalam hal kepemilikan kartu tani ini, ada petani yang benar-benar memiliki sawah ternyata tidak memiliki kartu tani. Sedangkan bagi yang memiliki kartu tani, ada yang catatan luas kepemilikan sawahnya jauh diatas kepemilikan sawahnya,'' jelasnya.

Rohim yang juga menjabat sebagai Kaur Pemerintahan Desa Notog ini, mengaku data pembuatan kartu tani memang sudah amburadul. Hal ini tidak hanya terjadi di desanya, tapi juga di desa-desa lain wilayah Kabupaten Banyumas.

Dalam catatan yang dia miliki, luas lahan sawah di Desa Notog ada sekitar 110 hektar. Sedangkan warga yang memiliki kartu tani, tercatat hanya sebanyak 120 orang.

''Dari gambaran data ini, kondisinya terlihat sudah tidak benar. Rata-rata kepemilikan lahan sawah di desa kami itu, hanya seluas 0,2-0,3 hektar per petani. Dengan kepemilikan lahan seluas itu, petani yang memiliki kartu tani mestinya tidak hanya 120 orang,'' jelasnya.

Menyusul penerapan sistem pembelian pupuk subsidi dengan menggunakan kartu tani. Rohim mengaku banyak petani yang meminta agar dibuatkan kartu tani. ''Namun permintaan itu sudah tidak bisa dilayani, karena jatah kartu tani untuk Desa Notog dinilai sudah memenuhi kuota,'' katanya.

Dia mengakui, banyak petani yang terpaksa membeli pupuk non subsidi untuk memenuhi kebutuhan pemupukan sawahnya. Meskipun harganya tiga kali lipat lebih mahal dari pupuk subsidi.

''Kalau penjualan hasil panennya mudah dan harganya sesuai,  sebenarnya tidak masalah. Tapi sekarang ini, kami sangat kesulitan menjual padi hasil panen musim kemarin,'' katanya.

Yuk koleksi buku bacaan berkualitas dari buku Republika ...
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement