REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Kejujuran aparatur negara Islam di masa keemasannya lahir melalui berbagai proses. Salah satu langkah islam menciptakan aparatur negara yang bersih, bebas dari tindak korupsi dan hal-hal yang merugikan negara yakni mencukupi kebutuhan pegawai.
Sebelum mengangkat pegawai, hendaknya memilih pekerja yang jujur dan zuhud. Setelah itu hendaklah negara mencukupi kebutuhan pegawainya. Dikutip dari buku Harta Haram Muamalat Kontemporer karya Erwandi Tarmizi, Nabi bersabda,
"Barang siapa yang kami angkat sebagai aparatur negara hendaklah dia menikah (dengan biaya tanggungan negara). Jika ia tidak mempunyai pembantu rumah tangga hendaklah dia mengambil pembantu (dengan biaya tanggungan negara). Jika ia tidak memiliki rumah hendaklah dia membeli rumah (dengan biaya negara).
Abu Bakar berkata, "Aku diberitahu bahwa Nabi SAW bersabda, "Barang siapa (aparat) yang mengambil harta negara selain untuk hal yang telah dijelaskan sungguh ia telah berbuat ghulul atau dia telah mencuri (harta negara)" (HR Abu Daud).
Selain itu, tujuan mencukupi kebutuhan pokok yakni agar para pegawai ini dapat berkonsentrasi penuh menjalankan tugasnya, dan tidak perlu mencari kerja sampingan yang sering berdampak negatif terhadap tugas negara.
Setelah Abu Bakar Siddiq diangkat menjadi khalifah, keesokan harinya ia membawa kain berdagang di pasar. Umar dan Abu Ubaidah RA melihat Abu Bakar berjualan di pasar, lalu mereka meminta Abu Bakar untuk berkonsentrasi mengurusi khilafah.
Abu Bakar berkata, "Dari mana saya dapat mencukupi kebutuhan keluargaku?"
Mereka berkata, "Akan kami ambilkan dari baitul maal".
Maka setiap harinya, Abu Bakar diberi honor sebanyak setengah ekor kambing (Siyaar A'laam Nubalaa).
Terutama sekali, yang sangat pantas diberi upah yang cukup bahkan lebih dari cukup yakni para aparatur negara yang dipercayakan mengurusi lalu lintas keuangan dalam jumlah besar, seperti para pejabat penentu kebijakan, para pegawai yang mengurusi proyek-proyek negara, para penegak hukum yang sering menghadapi sengketa harta dalam jumlah besar dan lainnya.
Mereka ini sangat rawan untuk korupsi mengingat keseharian mereka bersentuhan dengan uang dalam jumlah yang menggiurkan. Sedangkan mereka hanya menerima gaji yang terkadang tidak dapat menutupi kebutuhan pokok.
Hal ini sangat diperhatikan Umar bin Khattab, sehingga ia pernah berpesan kepada para gubernurnya agar kebutuhan para bawahan mereka dicukupi supaya mereka tidak melakukan korupsi. Umar memberi honor para hakim di masa pemerintahannya sebanyak 50 keping uang emas (kurang lebih 212 gram emas) per bulan (Al fiqh al iqtishadi li Umar bin alkhattab).