REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA - Pendakwa dinilai harus perbarui pola dakwahnya. Hal ini berdasarkan penelitian yang menyebutkan fenomena milenial yang lebih menyukai belajar agama lewat media sosial (medsos).
"Dugaan saya, butuh aktualisasi doktrin agama, bukan hanya teks tetapi juga butuh konteks dengan isu-isu aktual (milenial)," kata Guru besar Sosiologi Universitas Gajah Mada (UGM) Sunyoto Usman pada Republika, Senin (14/12).
Sunyoto juga mengimbau pendakwah lebih membuka keran dialog dan tidak kaku dalam penyampaian nilai agama. Para milenial, lanjut Sunyoto terbiasa dengan suasana dialog dalam kehidupannya.
"Perlu lebih banyak disampaikan secara dialog bukan monolog," ujar Sunyoto.
Sunyoto setuju jika ormas Islam dan DKM memperbaharui pola dakwahnya agar bisa merangkul lebih banyak pengikut. Salah satu caranya menggunakan pendakwah muda sesuai zaman audiencenya.
"Perlu ditampilkan dai-dai muda di media sosial agar Ormas Islam dan DKM bisa dilirik milenial," ucap Sunyoto.
Dalam penelitian terbaru yang diawasi Guru Besar Sosiologi Agama UIN Sunan Gunung Djati sekaligus Ketua PP Muhammadiyah Prof Dadang Kahmad
menyebutkan, 58 persen anak muda lebih suka belajar agama melalui medsos seperti Youtube atau Instagram. Selain itu, tak banyak anak-anak muda yang mengenal organisasi keagamaan, dan cenderung lebih mengenal pendakwah individual yang aktif di dunia maya.
Ketua Bidang Informasi dan Komunikasi (Infokom) MUI KH Masduki Baidlowi juga mengakui tantangan MUI saat ini merangkul sekitar 30 persen umat Islam di Indonesia yang tidak berafiliasi dengan ormas-ormas Islam. Kalangan masyarakat tanpa ormas ini mayoritas di antaranya adalah milenial.
Menurut data, milenial lebih memilih berguru atau mencari ilmu keislaman melalui tokoh-tokoh idolanya. Terutama tokoh-tokoh agama yang melakukan dakwah melalui jalur dunia maya atau media sosial.