REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- PT Bank Syariah Indonesia Tbk. akan melakukan right issue sebagai salah satu upaya untuk meningkatkan permodalan. Ketua Project Management Office Merger Bank Syariah yang juga Direktur Utama Bank Mandiri Syariah, Hery Gunardi mengatakan pemerintah akan mencari partner strategis dari global.
"Nanti kedepan kita rencanakan right issue karena bank ini bank publik untuk dapat modal ke Buku IV, juga cari partner strategis dari dunia yang bisa bantu pengembangan bisnis," katanya dalam Diskusi Virtual IBEC Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Indonesia, Senin (14/12).
BSI direncanakan masuk kategori Buku IV pada awal 2022. Diharapkan nanti asetnya akan masuk 10 besar tingkat global dengan tingkat profitabilitas bersaing di lima besar. Saat ini, return on asset (ROE) bank syariah di Indonesia tidak merata, seperti Bank Mandiri Syariah sebesar 15,7 persen, BNI Syariah 13,5 persen, dan BRI Syariah sebesar 1,6 persen.
Sementara bank syariah dengan aset terbesar di dunia yakni Al Rajhi memiliki ROE sebesar 20,3 persen dengan aset 102,4 miliar dolar AS. Setelah merger, dengan aset sekitar 15 miliar dolar AS, Hery mengatakan ROE BSI diharapkan bisa mencapai 18-19 persen.
Sehingga BSI akan memiliki daya saing di kancah internasional dan menarik bagi investor global. Selain itu, BSI juga akan meningkatkan peran dalam perdagangan sukuk global yang semakin diminati pasar. BSI bisa jadi underwriter untuk perusahaan BUMN menerbitkan sukuk global.
"Sekarang yang jadi issuer sukuk global itu pemerintah saja, harapannya nanti BSI juga bisa jadi pemain, jadi underwriter sukuk yang akan dikeluarkan BUMN terkemuka, seperti PLN, Pertamina dalam upaya mereka cari pendanaan dari luar," katanya.
Menurut Hery, pasar Timur Tengah sangat potensial untuk digarap BSI. Porsi kepemilikan publik pun akan diperluas dari sebelumnya sekitar empat persen menjadi 20 persen. Ia berharap bank merger ini akan membawa mutual benefit juga kemaslahatan bagi semua pihak.