Senin 14 Dec 2020 18:14 WIB

Curah Hujan Tinggi, Petani: Sumua Gagal!

Curah hujan yang tinggi membuat persemaian menjadi terendam dan mati.

Rep: Lilis Sri Handayani/ Red: Agus Yulianto
Pekerja menanam benih padi di sawah. (Ilustrasi)
Foto: EPA-EFE/DEDI SINUHAJI
Pekerja menanam benih padi di sawah. (Ilustrasi)

REPUBLIKA.CO.ID, CIREBON – Tingginya curah hujan selama sepekan terakhir membuat proses persemaian padi yang dilakukan sejumlah petani di Kabupaten Cirebon menjadi terhambat. Mereka bahkan harus melakukan berkalai-kali persemaian.

Hal itu seperti yang dialami seorang petani asal Desa Pegagan Kidul, Kecamatan Kapetakan, Suganda. Dia mengaku, sudah melakukan dua kali persemaian. "Semuanya gagal," kata Suganda, Ahad (13/12).

Suganda menjelaskan, curah hujan yang tinggi membuat persemaian yang sudah dibuatnya menjadi terendam. Kondisi itu diperparah dengan luapan air Sungai Sigranala.

Suganda mengaku, sudah berusaha menyelamatkan persemaian yang sudah dibuatnya. Caranya, dengan menyedot air yang ada di lahan persemaian dan mengeluarkannya.

Setelah berhasil, Suganda pun melakukan persemaian ulang. Namun ternyata, kondisi serupa terulang kembali karena hujan terus turun ditambah air sungai yang meluap. Dampaknya,  persemaiannya kembali terendam dan tidak bisa diselamatkan. "Saya mau semai lagi untuk yang ketiga kalinya," tutur Suganda.

Suganda menyatakan, telah mengeluarkan modal yang cukup besar setiap kali melakukan persemaian. Tak hanya untuk membeli bibit, namun juga membeli bahan bakar minyak (BBM) untuk mesin pompa air.

Suganda merinci, harga bibit tanaman padi mencapai Rp 750 ribu per lima kilogram. Sedangkan untuk mesin, setidaknya dibutuhkah liter liter pertalite per hari.

"Semoga persemaian yang ketiga kalinya ini berhasil," harap Suganda.

Suganda mengungkapkan, persemaian di lahannya tak bisa dilakukan sebelum hujan turun dengan deras. Pasalnya, sebelum intensitas hujan meningkat, lahannya terkendala kekurangan pasokan air.

Aral pertanian di wilayah Suganda berada di ujung layanan irigasi. Akibatnya, pasokan air datang  paling akhir. Untuk itu, persemaian baru dilakukan saat curah hujan sudah meningkat.

Hal senada diungkapkan petani lainnya di desa tersebut, Ratumi. Dia pun mengaku sudah melakukan dua kali persemaian. "Semoga persemaian kali ini berhasil," cetus Ratumi.

Jika persemaian kali ini berhasil, Ratumi akan merasa cukup tenang. Pasalnya, dia bisa segera menanam padi. Dengan demikian, tanaman padi akan cukup tinggi dan kuat saat memasuki puncak musim penghujan, sekitar Januari atau Februari mendatang.

Di musim tanam rendeng (penghujan) ini, Ratumi dan sejumlah petani di desanya memilih bibit muncul. Pasalnya, bibit tersebut dinilai tahan di genangan air dan batangnya lebih tinggi. Sedangkan saat musim tanam gadu (musim kemarau), mereka menggunakan bibit IR, sesuai anjuran dari pemerintah. 

 

 

Yuk koleksi buku bacaan berkualitas dari buku Republika ...
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement