REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) melakukan pemeriksaan terhadap enam orang terkait dugaan korupsi di tubuh PT Dirgantara Indonesia (PT DI). Perkara tersebut telah mentersangkakan Direktur Utama PT PAL Indonesia, Budiman Saleh (BS).
"Diperiksa terkait tindak pidana korupsi pengadaan kegiatan penjualan dan pemasaran PT Dirgantara Indonesia tahun 2007 sampai dengan 2017," kata Plt Juru Bicara KPK Ali Fikri di Jakarta, Senin (14/12).
Ali mengatakan, keenam orang tersebut diperiksa dalam kapasitasnya sebagai saksi. Mereka dimintai keterangannya untuk melengkapi berkas perkara tersangka Budiman Saleh. Pemeriksaan dilakukan di Polrestabes Bandung, Jawa Barat.
Keenam tersangka itu adalah Plt Kepala Departemen Kontrak Unit Sekretaris PT DI Dinah Andriani, Manajer Penjualan PT DI Heri Muhammad Taufik Hidayat, General Manager Satuan Unit Aircraft Services PT DI Teten Irawan, Kepala Divisi Produk, Jasa dan Purna Jual PT DI Toto Pratondo, serta dua pensiunan PT DI Djadjang Tardjuki dan M Fikri.
Penetapan Budiman Saleh sebagai tersangka dilakukan pada Kamis (22/10) lalu. Budiman juga sempat menjabat sebagai Direktur Aerostructure PT DI (2007-2010) Direktur Aircraft Integration PT DI (2010-2012) dan Direktur Niaga dan Restrukturisasi PT DI (2012-2017).
Kasus bermula dari rapat Dewan Direksi PT DI periode 2007-2010 yang dilaksanakan pada akhir tahun 2007. Rapat membahas dan menyetujui penggunaan mitra penjualan beserta besaran nilai imbalan mitra dalam rangka memberikan dana kepada customer PT DI atau end user untuk memperoleh proyek.
Rapat juga menyepakati pelaksanaan teknis kegiatan mitra penjualan oleh direktorat terkait tanpa persetujuan BOD dengan dasar pemberian kuasa BOD kepada direktorat terkait. Juga persetujuan atau kesepakatan untuk menggunakan mitra penjualan sebagai cara untuk memperoleh dana khusus guna diberikan kepada customer dilanjutkan oleh direksi periode 2010-2017.
PT kemudian melakukan penandatanganan 52 kontrak mitra penjualan selama periode 2008-2016. Kontrak mitra penjualan tersebut adalah fiktif dan hanya sebagai dasar pengeluaran dana dari PT DI dalam rangka pengumpulan dana untuk diberikan kepada customer.
Pembayaran PT DI kepada perusahaan mitra penjualan dilakukan dengan cara mentransfer langsung ke rekening mereka. Kemudian uang yang ada di rekening tersebut dikembalikan ke pihak-pihak PT DI maupun pihak lain melalui transfer, tunai, atau cek.
Tersangka Budiman menerima kuasa dari Direktur Utama PT DI Budi Santoso untuk menandatangani perjanjian kemitraan dengan mitra penjualan. Tersangka kemudian memerintahkan Kadiv Penjualan agar memproses lebih lanjut tagihan dari mitra penjualan meskipun mengetahui bahwa mitra penjualan tidak melakukan pekerjaan pemasaran.
Dalam perkara ini KPK telah memeriksa 108 orang saksi. Lembaga antirasuah itu juga telah melakukan penyitaan uang serta properti dengan nilai sebesar kurang lebih Rp 40 miliar.
Dalam perkara ini, KPK kemudian menetapkan tiga tersangka baru yakni Kepala Divisi Pemasaran dan Penjualan PT DI tahun 2007-2014 dan Direktur Produksi PT DI tahun 2014-2019 Arie Wibowo (AW) Direktur Utama PT Abadi Sentosa Perkasa Didi Laksamana (DL) dan Dirut PT Selaras Bangun Usaha Ferry Santosa Subrata (FSS).
Mereka diduga menerima aliran sejumlah dana dari hasil pencairan pembayaran pekerjaan mitra penjualan fiktif. Perbuatan para tersangka mengakibatkan terjadinya kerugian keuangan negara pada PT DI sekitar Rp 202,1 miliar ditambah kurang lebih 8,6 juta dolar AS, sehingga total kerugian negara berkisar Rp 315 miliar dengan asumsi kurs 1 dolar AS adalah Rp 14.600.