Selasa 15 Dec 2020 05:03 WIB

Majelis Taklim Jadi Tempat Curhat Kesulitan Saat Pandemi

Jamaah ingin kegiatan majelis taklim digelar kembali sebagai tempat berbagi

Rep: Umar Mukhtar/ Red: Esthi Maharani
Majelis Taklim / Ilustrasi
Foto: Dok MT Al-Ikhlas
Majelis Taklim / Ilustrasi

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Di tengah pandemi Covid-19 seperti sekarang ini banyak majelis taklim yang berhenti menggelar kegiatannya sejak dilanda pandemi Covid-19. Banyak jamaah yang ingin kegiatan majelis taklim digelar kembali sebagai tempat berbagi di tengah sulitnya perekonomian rumah tangga yang mereka rasakan.

Ketua Komisi Pemberdayaan Perempuan Remaja dan Keluarga Majelis Ulama DKI Jakarta, Faizah Ali Syibromalisi, mengatakan, tiga majelis taklim yang dipimpinnya pun terhenti kegiatannya akibat Covid-19. Dia mengaku sering dihubungi jamaahnya untuk menanyakan mengapa kegiatan majelis taklim belum juga digelar. Desakan ini bukan tanpa alasan. Sebab ternyata sebagian ibu-ibu mengadu karena butuh solusi atas kesulitan yang dirasakan di kala pendemi menerpa.

"Banyak yang curhat soal kekurangan keuangan dan kesehatan keluarga. Jadi, di sinilah ibu-ibu majelis taklim bisa menjadi penyambung lidah antara mereka (jamaah yang kesulitan) dan kita (ustazah). Lalu kalau ada masalah, kita bisa menyampaikan ke pihak lain, dan ini sudah kita lakukan," ujarnya dalam diskusi bertajuk "Geliat Majelis Taklim di Masa Pandemi" yang digelar Republika, Sabtu (12/12), secara daring.

Majelis Ulama DKI Jakarta, terang Faizah, telah membentuk tim di lima wilayah kota administrasi yang berperan sebagai penghubung antara jamaah dan ustazah. Dia mengatakan, bagaimana pun ustazah punya peran untuk mengecek jamaahnya, misalnya apakah ada yang sedang dalam kesulitan. MUI dari tingkat provinsi DKI hingga kecamatan saling berkoordinasi untuk mengetahui kebutuhan para jamaah majelis taklim.

"Sebelum Covid-19, ini belum ada. Dengan adanya Covid, kita adakan sehingga kita harus lebih aware bagi anggota yang membutuhkan penanganan secara pribadi. Karena Covid-19 ini menghantam perempuan, karena dari sisi ekonomi rumah tangga, yang mengatur itu kan perempuan," tuturnya.

Apalagi, di saat pandemi ini tidak sedikit yang kehilangan pekerjaan sehingga ini menjadi beban ganda bagi perempuan. Ketika misalnya suami diberhentikan dari pekerjaannya, maka istri yang rela banting-tulang ikut mencari nafkah. Karena itu, Faizah mengadakan pelatihan mengenai resep makanan untuk bisa menjadi sumber pendapatan alternatif bagi keluarga.

"Tetapi lagi-lagi, sulit untuk menyadarkan bahwa kita mampu untuk melakukan sesuatu di tengah pandemi ini. Apalagi biasanya, kalau istri mau berusaha, dukungan suami itu kurang, sehingga istri yang masak, istri juga yang dagang. Maka perlu juga ada kesadaran para suami untuk bagaimana bekerja sama dengan istri menanggulangi Covid ini," ujarnya.

Faizah juga mengakui, banyak ibu rumah tangga yang belum memahami soal cara berjualan yang benar. Kondisi ini memerlukan dukungan dari para ustazah untuk membantu mereka keluar dari kesulitan. "Jangan dulu bicara usaha yang pakai izin, hal-hal yang kecil saja mereka belum tahu, seperti menghitung modal dan biaya harga untuk dijual," ucap dia.

Para ustazah, jelas Faizah, juga sering menerima aduan berbagai curahan hati dari ibu-ibu rumah tangga. Misalnya, karena kini aktivitas lebih banyak di rumah, maka ibu-ibu pun menjadi terlalu lelah sehingga melepas kepenatannya dengan bercerita kepada ustazah. "Keluhan begini mengadunya ke kita dan kita memberi masukan yang tidak jauh dari agama dan psikologi," ungkapnya.

Faizah menyampaikan, kegiatan jamaah majelis taklim tidak berhenti seluruhnya. Jamaah tetap menjaga komunikasi melalui aplikasi percakapan ponsep pintar. Mereka menjalin komunikasi termasuk untuk mendiskusikan soal kegiatan yang ingin digelar di masa pandemi. Salah satu kegiatan yang terlaksana, yaitu kegiatan bantuan sosial untuk para korban Covid-19.

"Selain itu kami juga menyerahkan sumbangan kepada orang yang membutuhkan. Kalau di antara jamaah majelis taklim ada yang sakit, kami sambangi," tutur dia.

Pengajian majelis taklim secara tatap muka pun tetap diupayakan digelar karena sebagian jamaah, seperti dari kalangan lanjut usia dan yang tidak punya ponsel, tidak memungkinkan untuk mengikuti pengajian daring. "Jadi pengajian yang lokal itu tetap digelar karena terkadang ada yang enggak punya handphone sehingga dilakukan secara offline.

Faizah mengungkapkan, bagaimana pun, majelis taklim itu merupakan arena silaturahim dan juga kegiatan untuk saling bertukar pikiran. "Yang kalau itu ditutup membuat kangen ibu-ibu," tuturnya.

BACA JUGA: Ikuti News Analysis News Analysis Isu-Isu Terkini Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement