Selasa 15 Dec 2020 04:55 WIB

Lobi-Lobi Israel Buka Hubungan Diplomatik dengan Indonesia

Kemenlu menegaskan sikap Indonesia yang tak berhubungan dengan Israel.

Rep: Fergi Nadira/ Red: Teguh Firmansyah
 Perdana Menteri Israel Benjamin Netanyahu
Foto: AP/Yonatan Sindel/Pool Flash 90
Perdana Menteri Israel Benjamin Netanyahu

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Isu lobi-lobi Israel ke pejabat Indonesia kembali mencuat  Sumber diplomatik yang dikutip media Israel melaporkan kemungkinan terbukanya hubungan diplomatik antara Indonesia dan Israel. Wacana ini muncul setelah beberapa negara Arab seperti Uni Emirat Arab, Bahrain, dan Maroko yang telah melakukan normalisasi hubungan dengan Israel melalui mediasi dari Amerika Serikat.

Kendati demikian Pemerintah Indonesia menegaskan posisinya yang berpegang pada konstitusi. "Kemlu (Kementerian Luar Negeri RI) tidak pernah berhubungan dengan Israel," ujar Juru Bicara Kementerian Luar Negeri RI Teuku Faizasyah kepada Republika.co.id, Senin (14/12).

Baca Juga

Sumber diplomatik Israel menyebutkan bahwa terdapat dua negara, yakni Oman dan Indonesia yang digadang lagi bakal menormalkan hubungannya dengan negara Israel. Hal itu bakal dilakukan sebelum Presiden Amerika Serikat (AS) Donald Trump meninggalkan jabatannya Januari tahun depan.

"Dalam menjalankan Politik Luar Negeri RI terkait isu Palestina, Kemlu menjalankannya secara konsisten sesuai amanah konstitusi," ujar Faizasyah.

photo
Pelaksana Tugas (Plt) juru bicara Kementerian Luar Negeri, Teuku Faizasyah - (Republika TV/Havid Al Vizki)

Pengamat Timur Tengah yang juga pendiri Albalad.co Faisal Assegaf menilai bahwa pembicaraan antara pejabat Israel dan Indonesia sudah terjadi, meski dia tidak menyebutkan siapa yang melakukan pembicaraan itu. Menurutnya,  Israel kali ini serius untuk mengupayakan membuka hubungan diplomatik dengan Indonesia.  

"Mungkin sudah ada deal antara pejabat Indonesia dengan Israel. Pasti adalah, tidak mungkin Israel membocorkan, bahwa 'kita sedang dalam pembicaraan' kalau benar tidak terjadi. Pasti sudah ada pembicaraan," ujar Faisal ketika dihubungi Republika.co.id.

Indonesia dan Arab Saudi dinilai menjadi target utama dari gelombang normalisasi Israel. Sebab, Saudi dan Indonesia merupakan dua negara yang memiliki posisi berharga. Pertama Saudi merupakan negara dengan penduduk Muslim. Begitu pun Indonesia yang menjadi negara Muslim terbesar di dunia.

"Kalau dua negara itu bisa digaet Israel, itu sudah menjadi sebuah kemenangan dalam konflik dengan Palestina," ujarnya.

Oleh karenanya, sambungnya, Israel akan selalu serius untuk menjajaki atau pun membujuk kedua negara untuk bersedia menormalkan hubungan dengan Israel. Meski begitu, isu ini sangat sensitif bagi Indonesia maupun Saudi. "Berita ini baru muncul belakangan, ini pasti ada pembicaraan soal normalisasi itu, hanya saja di pihak Saudi maupun Indonesia tentu akan menutupi karena sensitif di negara masing-masing," ujarnya.

Menurutnya, Israel membocorkan isu ini sebab pihaknya ingin menunjukkan, bahwa benar ada penjajakan untuk mendekati negara-negara Muslim termasuk Indonesia dan Saudi. "Jadi siapa pun negara Arab dan Muslim yang sedang dalam masa penjajakan untuk normalisasi dengan Israel, tentu mereka akan menutup ini rapat-rapat, dan sebaliknya Israel tentu akan membuka ini," ujarnya.

Faisal memprediksi, normalisasi RI dengan Israel hanyak akan tercapai pada level tertentu yang tidak melanggar konstitusi. Seperti diketahui, normalisasi hubungan antara satu negara dengan negara lain ada tingkatannya. Sementara tingkatan tertinggi adalah pembukaan data diplomatik dan kerja sama ekonomi.

Soal ekonomi, sudah ada dasar hukumnya sejak zaman Presiden Abdurrahaman Wahid. Indonesia membolehkan hubungan dagang antara pihak swasta kedua negara. Skema kerja sama swasta dengan swasta inilah yang bakal dipakai nantinya.

"Ini mungkin ingin dilakukan, dan bagiamana agar Pemerintah Indonesia memfasilitasi hubungan dengan swasta itu atau menjadi berjalan lebih smooth. Seperti halnya RI dengan Taiwan," ujarnya.

Faisal menilai, Israel memang semakin gencar melakukan pendekatan kepada Indonesia. Selain melalui jalur resmi, Israel juga kerap mengundang tokoh masyarakat, agama, cendekiawan, dan wartawan untuk datang mengunjungi negara tersebut. Israel juga memiliki laman Facebook berbahasa Indonesia.

"Pertemuan antara diplomat RI dan Israel, juga pernah terjadi biasanya berlangsung rata-rata di sela pertemuan PBB, semisal pertemuan mantan menteri luar negeri Hasan Wirajudha atau pertemuan Benjamin Netanyahu dengan Jusuf Kalla," ujarnya.

Hal lain yang dicurigai Faisal yakni dengan adanya pembukaan calling visa bagi Israel dan tujuh negara lainnya, yakni Afghanistan, Guinea, Korea Utara, Kamerun, Liberia, Niger, Nigeria, dan Somalia. Negara calling visa adalah negara dinilai memiliki tingkat kerawanan tertentu ditinjau dari aspek ideologi, politik, ekonomi, sosial, budaya, pertahanan dan keamanan, serta keimigrasian.

"Bukan sebuah kebetulan adanya calling visa, ini adalah bentuk penjajakan Israel ke kita," ujarnya.

Namun demikian, menurutnya hubungan Israel dan Indonesia hanyalah bakal sebatas agar mekanisme swasta ke swastanya bisa menjadi lebih mudah dengan sentuhan pemerintah masing-masing negara. "Tidak mungkin sampai pembukaan hubungan diplomatik karena untuk rezim sekarang atau kapan pun itu melanggar amanah konstitusi," jelasnya.

Seperti diketahui, Israel tengah mengupayakan pembicaraan dengan banyak negara untuk bisa membuka hubungan diplomatik. Negara terbaru yang membuka hubungan diplomatik dengan Israel adalah Maroko dan Bhutan.

Pemerintahan Trump melanjutkan upayanya untuk membawa lebih banyak negara Arab dan Muslim ke dalam Perjanjian Abraham. Uni Emirat Arab, Bahrain, Sudan dan Maroko hingga Bhutan telah menyetujui normalisasi dengan Israel.

BACA JUGA: Update Berita-Berita Politik Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement