REPUBLIKA.CO.ID, SEOUL -- Perdana Menteri Korea Selatan (Korsel) mendesak warga untuk mematuhi peraturan pembatasan sosial Covid-19 agar pemerintah tidak perlu memperketat peraturan tersebut untuk menahan gelombang wabah virus corona ketiga di negara ini.
Angka kasus infeksi harian Korsel berada di titik tertingginya setelah Senin (14/12) malam lalu Pusat Pencegahan dan Pengendalian Penyakit Korsel (KCDC) mengumumkan 880 kasus baru. Lebih tinggi satu hari sebelumnya yang sebanyak 718 kasus.
Mulai Selasa (15/12), Metropolitan Seoul menutup sekolah selama satu bulan. Pemerintah mulai mendekati tingkat tertinggi peraturan pembatasan sosial yang akan menutup perekonomian terbesar keempat di Asia tersebut.
Selama karantina nasional hanya pekerja esensial yang diizinkan bekerja di kantor. Pertemuan di atas 10 orang dilarang.
"Saat sebagian besar warga harus menahan ketidaknyamanan untuk mematuhi peraturan, sejumlah orang memicu bahan bakar untuk penyebaran virus yang lebih parah dengan kecerobohan dan tindakan yang tidak bertanggung jawab," kata Perdana Menteri Chung Sye-kyu dalam pidato yang disiarkan televisi nasional.
"Mempertimbangkan beban dan dampak peraturan pembatasan sosial tingkat 3, pertama-tama kami harus melihat kebelakang apa kami sudah mematuhi level yang saat ini dengan benar," tambahnya.
Chung mengatakan pemerintah Korsel enggan memberlakukan peraturan pembatasan sosial tingkat 3. Karena 'rasa sakit yang tidak dapat ditarik kembali' yang diakibatkannya.
Pejabat kesehatan Korsel mengatakan penyebaran virus di sejumlah klaster baru-baru ini terjadi karena masyarakat melanggar peraturan pembatasan sosial. Termasuk gereja yang melanggar larangan layanan tatap muka. Restoran juga terus buka hingga larut malam walaupun sudah dilarang menerima konsumen makan di tempat setelah pukul 21.00.