REPUBLIKA.CO.ID, oleh Rr Laeny Sulistyawati, Sapto Andika Candra, Shabrina Zakaria, Eva Rianti
Tingkat positif (positivity rate) kasus virus corona SARS-CoV2 (Covid-19) harian di Indonesia kembali tembus di atas angka 20 persen beberapa hari terakhir. Kasus Covid-19 dinilai masih terjadi dan masyarakat diajak untuk tidak lengah dengan situasi pandemi yang belum membaik.
Ahli Epidemiologi dari Universitas Indonesia (UI) Pandu Riono menilai tingginya positivity rate kasus harian Covid-19 berasal dari testing dan tracing kontak erat. "Jadi jelas saja (positivity rate) Covid-19 tinggi karena orang yang terkonfirmasi positif Covid-19 hanya kontak erat," katanya saat dihubungi Republika, Selasa (15/12).
Ia mengakui, negara memiliki tanggung jawab melindungi kesehatan warganya. Tanggung jawab tersebut amanah dari konstitusi. Negara disebutnya tidak boleh setengah-setengah dalam upaya melindungi kesehatan masyarakat, termasuk dari pandemi Covid-19.
Data Satgas Penanganan Covid-19, per Senin (14/12) tingkat positif Covid-19 dilaporkan sebesar 18,68 persen. Dari 29.376 orang yang diperiksa dalam 24 jam terakhir, ditemukan 5.489 orang yang terkonfirmasi positif Covid-19.
Data tersebut memberi gambaran bahwa dari 100 orang yang diperiksa, ada sekitar 18 orang positif Covid-19. Angka ini masih cukup tinggi meski memang mengalami perbaikan dibanding sebelumnya.
Pada Ahad (13/12), angka positivity rate dilaporkan 24,41 persen atau nyaris 25 persen. Dengan kondisi kemarin, maka satu dari empat orang yang dites dinyatakan positif Covid-19.
Langkah apa yang lalu seharusnya diambil untuk menekan laju positivity rate? Penerapan ketat sebagai pembatasan sosial berskala besar (PSBB) dipandang Pandu tidak efektif saat ini. Langkah PSBB ketat hanya cocok di awal pandemi.
Ia mengatakan, kebijakan ini jika kembali diterapkan namun hasilnya tidak bisa berjalan dengan baik maka lebih baik tidak usah diberlakukan. Karena akan membuat masyarakat khawatir dan tidak bisa beraktivitas.
"Kini yang paling penting adalah orang menjaga kesehatan dirinya sendiri, jadi bukan orang lain atau pemerintah, bukan bosnya. Kita harus melindungi diri sendiri," ujarnya.
Ia meminta masyarakat menerapkan protokol kesehatan 3M, salah satunya yaitu memakai masker wajah kemana-mana. Jangan melepas masker saat berada di ruang terbuka, sehingga bisa melindungi diri sendiri dan orang lain.
Ia juga meminta masyarakat menjaga jarak saat di kerumunan, termasuk berkumpul dengan banyak orang di ruang tertutup karena sangat berisiko. Pandu meminta masyarakat menghindari pertemuan dengan banyak orang, termasuk rapat di tempat terbuka atau outdoor.
Ia meminta jangan lagi ada kegiatan dilakukan dalam ruangan karena umumnya menggunakan pendingin udara (AC) dengan sirkulasi yang ditutup, udara hanya ada dalam ruangan itu saja. Pandu memaparkan alasan ruangan dengan sirkulasi tertutup sangat berbahaya, sebab bisa terjadi airborne transmission atau penularan melalui udara.
Kemudian sehabis memegang benda juga mencuci tangan memakai sabun atau penyanitasi tangan (hand sanitizer). "Selama masyarakat mengabaikan protokol kesehatan, kemudian pemerintah setengah-setengah maka kasus akan terus naik," ujarnya.
Meski tak bisa memprediksi kapan puncak kasus Covid-19, ia menyebutkan kasus bisa terus bertambah hingga tahun depan. Efeknya, dia melanjutkan, kematian akan bertambah dan keterisian tempat tidur di rumah sakit penuh, dan tenaga kesehatan akan kewalahan.
Ia menyontohkan sama seperti kasus di Swedia, kasus Covid-19 di negara ini tinggi karena otoritas setempat sengaja menerapkan herd immunity. Akibatnya, dia melanjutkan, dokter di negara itu banyak menjadi korban dan kewalahan karena pasien terus bertambah, terjadi kekurangan dokter di ruang ICU rumah sakit.
Pakar epidemiologi dari Fakultas Kesehatan Masyarakat (FKM) Universitas Airlangga (Unair), Laura Navika Yamani, menilai untuk mengendalikan pandemi Covid-19 diperlukan aplikasi 3T yang maksimal. Untuk memaksimalkan upaya 3T, pejabat level bawah yaitu rukun tetangga (RT) dan rukun warga (RW) bisa diberdayakan.
"Pengendalian pandemi Covid-19 bisa dilakukan dengan langkah-langkah 3T yaitu testing, tracing, dan treatment. Jadi tingkatkan kapasitas testingnya, kemudian tracing dan treatment ditambah dengan isolasi," kata Laura saat dihubungi Republika.
Menurutnya, contact tracing penting dilakukan kemudian dites untuk bisa dipastikan seseorang membawa virus atau tidak. Kemudian, dia melanjutkan, upaya selanjutnya adalah isolasi. Ini termasuk orang-orang suspek melakukan isolasi mandiri supaya tidak menjadi sumber penularan. Sayangnya, dia melanjutkan, keterbatasan kapasitas testing membuat orang yang terkonfirmasi positif virus ini jadi terbatas.
"Upaya 3T ini kan belum maksimal. Kendalanya tracing, kalau bagus dan baik, orang jadi tahu," ujarnya.
Ia menambahkan, belum bisa dimaksimalkannya 3T salah satunya karena kekurangan sumber daya manusia (SDM) dalam melakukan tracing. Sebab, yang bisa melakukannya adalah pihak pusat kesehatan masyarakat (puskesmas) dan Dinas Kesehatan (Dinkes) walaupun banyak relawan yang membantu melakukan upaya ini.
Oleh karena itu, ia menyebutkan masyarakat bisa waspada terhadap dirinya sendiri. Kalau pemahaman masyarakat utuh memahami kondisi seperti ini, dia melanjutkan, mereka bisa melakukan isolasi mandiri ketika menjadi suspek.
"Saya rasa pemerintah tingkat RT/RW juga bertugas kalau ada kasus positif di lingkungannya harus diungkap karena ini pandemi, jadi bukan menjadikan ini privat, hanya keluarga yang boleh tahu. Kalau pandemi sah-sah saja menginformasikan kondisi pasien (ke warganya)," katanya.
Ia menegaskan, upaya ini harus dilakukan dari level bawah yang mengetahui kondisi masyarakatnya. Sebab, dia menambahkan, kalau hanya mengandalkan tenaga kesehatan maka tentu saja tidak mampu dan tracing juga tidak berjalan.
Artinya kalau masyarakat waspada dan paham kemudian dibantu pejabat level bawah RT/RW bisa menjadi informasi kepada masyarakat bahwa ada masyarakatnya terinfeksi Covid-19. Kemudian bisa mengingat apakah pernah kontak erat dengan ibu tersebut. Artinya, dia menambahkan, RT/RW bersifat memberikan peringatan. Selain itu, RT/RW bisa menghimpun mengenai jumlah kasus di wilayahnya dan masuk di zona merah, kuning, oranye atau hijau.
Satuan Tugas Penanganan Covid-19 mengingatkan masyarakat agar tetap mematuhi protokol kesehatan di saat angka positivity rate atau tingkat positif harian Covid-19 masih tinggi. Juru Bicara Pemerintah untuk Penanganan Covid-19 Wiku Adisasmito menyebutkan, penerapan protokol kesehatan masih menjadi senjata terampuh untuk menekan penularan infeksi virus corona.
"Transmisi virus masih ada. Angka positivity rate yang tinggi menjadi bahan refleksi kita semua untuk tingkatkan disiplin protokol kesehatan. Tanpa terkecuali, pada periode libur panjang akhir tahun nanti," kata Wiku, Senin (14/12).
Kendati tingkat positif dan penambahan kasus harian Covid-19 masih cukup tinggi, data menunjukkan bahwa kapasitas testing di Indonesia semakin meningkat. Pada Ahad-Senin ini saja, jumlah spesimen yang diperiksa masing-masing 42 ribu dan 51 ribu spesimen. Angka ini sudah jauh membaik dibanding capaian pemeriksaan akhir pekan sebelum-sebelumnya yang nyaris selalu jeblok. Senin (7/12) lalu misalnya, jumlah spesimen yang diperiksa hanya 26.873 spesimen.
Dari penambahan kasus kemarin, DKI Jakarta menyumbangkan angka tertinggi yakni 1.506 orang. Menyusul di urutan kedua, Jawa Tengah dengan 979 kasus baru. Kemudian ada Jawa Timur di posisi ketiga dengan 713 kasus baru, Jawa Barat dengan 600 kasus, dan Sulawesi Selatan dengan 295 kasus.
Tingginya positivity rate tercermin pada penuhnya rumah sakit rujukan Covid-19. Seperti di Kota Bogor dan Tangerang Selatan.
Saat ini, ketersediaan tempat tidur di RSUD Kota Bogor tersisa sekitar 20 persen. Humas RSUD Kota Bogor, Taufik Rahmat mengatakan, tingkat keterisian tempat tidur di RSUD Kota Bogor fluktuatif di angka 80 persen. Dari 122 tempat tidur yang tersedia, saat ini sudah ditempati pasien sebanyak 101 tempat tidur.
"Data hari ini, jumlah pasien ada 101 yang dirawat, dengan rincian tujuh pasien pasien anak-anak dan 94 pasien dewasa," ujar Taufik ketika dikonfirmasi, Selasa (15/12).
Taufik melanjutkan, dari 122 tempat tidur tersebut, kebutuhan terhadap tempat tidur pasien disesuaikan dengan ruangan yang ada. Seperti, ruangan khusus perempuan, ruangan khusus pasien dewasa, pasien anak, serta ICU. Sementara itu, kata Taufik, untuk fasilitas alat kesehatan, setiap ruangan di RSUD Kota Bogor dilengkapi dengan temperatur negatif dan ventilator. Kebutuhan atas alat tersebut tinggi, mengingat banyaknya pasien dengan penyakit bawaan atau komorbid.
“Memang saat ini kebutuhannya banyak. Mengingat jenis penyakitnya yang banyak juga komorbid, sehingga membutuhkan alat-alat itu dan untuk saat ini memang penuh,” jelasnya.
RSUD Kota Bogor hanya merawat pasien dengan gejala. “Kalau untuk yang orang tanpa gejala (OTG) kan teman-teman sudah tau diisolasinya itu di BNN Lido. Jadi memang banyak yang komorbid dan dirawat di RSUD itu,” tuturnya.
Peningkatan kasus di Tangerang Selatan juga mengakibatkan kapasitas tempat tidur bagi pasien Covid-19 di ruang perawatan intensif (ICU) dan ruang rawat inap kian menipis. “Untuk tempat tidur sekarang, baik ICU maupun juga rawat inap di angka 90 persen. Kalau kemarin kan rawat inap sekitar 80 persenan,” ujar Wali Kota Tangerang Selatan Airin Rachmi Diany, Senin (14/12).
Untuk mengantisipasi kurangnya fasilitas tempat tidur, Airin menyebut akan menambah satu rumah sakit khusus untuk melayani pasien Covid-19. “Ada salah satu rumah sakit swasta khusus untuk Covid-19. Mudah-mudahan tidak meleset seperti yang dulu. Ini bisa menjadi salah satu alternatif untuk penambahan ruang rawat inap maupun juga ICU,” jelasnya.