REPUBLIKA.CO.ID, oleh Bayu Adji P, Eva Rianti, Nawir Arsyad Akbar
Usai ditahannya pimpinan Front Pembela Islam (FPI) Habib Rizieq Shihab (HRS), dengan status tersangka kasus kerumunan massa di Petamburan, gelombang demonstrasi massa pendukungnya di berbagai daerah muncul. Simpatisan HRS mendatangi kantor kepolisian di daerah masing-masing dan siap menjadi penjamin penangguhan penahanan sang habib.
Pada Ahad (13/12) sore, ratusan massa mendatangi Polres Ciamis untuk menyerahkan diri kepada pihak kepolisian setelah HRS ditahan di Polda Metro Jaya. Koordinator aksi tersebut, Wawan Malik Marwan mengatakan, aksi itu merupakan bentuk dukungan kepada HRS.
"Kami datang ke Polres Ciamis untuk menyerahkan diri sebagai bukti tanggung jawab kami, karena Rizieq Shihab diberikan pasal kerumunan pada saat datangnya ke tanah suci. Kami ikut hadir di Jakarta dan kami hadir di petamburan," kata dia saat dikonfirmasi Republika, Ahad.
Menurut dia, kedatangan massa ke Jakarta ketika itu bukan atas undangan atau ajakan HRS. Karena itu, ia menilai, massa yang ikut dalam kerumunan tersebut akan merasa berdosa jika hanya HRS yang ditahan.
"Kami siap dihukum gantikan Rizieq Shihab. Kami siap menjadi penggantinya. Itu tuntutannya," kata dia.
Pada Senin (14/12), ratusan massa yang terdiri dari berbagai elemen masyarakat juga melakukan aksi di depan Polres Tasikmalaya. Aksi itu menuntut aparat kepolisian membebaskan HRS.
Ketua Front Pembela Islam (FPI) Kabupaten Tasikmalaya, KH Sofyan Anshori mengatakan, penetapan tersangka dan penahanan kepada HRS merupakan bentuk ketidakadilan. Sebab, bukan hanya HRS yang menimbulkan kerumunan saat pandemi Covid-19 masih terjadi.
"Banyak kan (yang lain-lain membuat kerumunan). Kenapa tidak diproses? Ini jelas sebuah ketidakadilan," kata dia, Senin.
Selain membela HRS, massa aksi juga mempertanyakan sikap aparat kepolisian yang dinilai asal tembak enam orang laskar FPI. Seharusnya polisi dapat melumpuhkan terlebih dahulu jika enam laskar itu memang benar-benar bersalah.
"Kenapa tidak dilimpuhkan dulu, kalau memang berbuat kesalahan? Kan banyak penjahat, perampok, ditembak kakinya dulu. Kenapa ini langsung ditembak mati?" kata Sofyan.
Ia menambahkan, massa datang untuk menuntut keadilan dari aparat penegak hukum. "Kalau kesewenang-wenangan terus, terus, terus. Bagaimana nasib negeri ini ke depan?" kata dia.
Aksi serupa juga terjadi di Garut, tepatnya di Markas Komando (Mako) Polres Garut. Koordinator aksi tersebut, Ibang Lukman Nurdin mengatakan, tuntutan massa mendatangi kantor kepolisian meminta agar HRS dibebaskan.
"Habib Rizieq dan habib yang lain adalah jadi korban rezim Jokowi," kata dia, Senin.
Selain itu, massa meminta pemerintah membentuk tim pencari fakta yang independen untuk mengusut kasus penembakan terhadap enam anggota FPI. Sebab, ia menilai kematian anggota FPI itu merupakan bentuk pelanggaran hak asasi manusia (HAM).
"Di masa demokrasi masih ada lahir rezim fasisme di indonesia. Mereka sering kali menyatakan Pancasila dan konstitusi, ternyata mereka sendiri yang melanggar HAM," kata dia.
Kapolres Garut, AKBP Adi Benny Cahyono mengatakan, pihaknya telah menerima aspirasi yang disampaikan massa. Menurut dia, beberapa perwakilan massa telah secara langsung menyampaikan aspirasi kepadanya bersama Dandim 0611/Garut.
"Aspirasinya sudah kita terima. Dukungan mereka ke Habib Rizieq kita sampaikan," kata dia.
Ia berharap masyarakat di Kabupaten Garut dapat tetap menjaga kondusivitas. Sebab, kasus HRS ditangani di luar wilayah Kabupaten Garut.
"Apa yang terjadi di Jakarta, silakan berproses. Kami jaga kondusivitas di sini," katanya.
Puluhan massa yang merupakan simpatisan HRS, hari ini juga berdemonstrasi di Mapolres Tangerang Selatan, Selasa (15/12). Pantauan Republika sekira pukul 13.15 WIB, sejumlah massa berdatangan dengan membawa beberapa bendera bertuliskan kalimat syahadat serta bendera bergambar HRS.
Mereka berkumpul sembari menunggu kedatangan massa lainnya di lokasi yang berjarak sekitar 300 meter dari Mapolres Tangsel. Tampak juga puluhan anak-anak dari arah barat turut bergabung dengan massa untuk mengikuti demonstrasi tersebut.
Sementara, sejak sekira pukul 12.30 WIB, pihak kepolisian sudah stand by dengan jumlah sekitar 400 personel, lengkap dengan truk water cannon. Penjagaan tampak dilakukan cukup ketat, hingga jalan ditutup untuk sementara.
Terpantau massa yang berjumlah sekitar 50 hingga 70 orang memulai aksi mereka sekira pukul 14.20 WIB, dan langsung menyampaikan tuntutannya kepada pihak kepolisian.
"Tujuan kami untuk menyatakan sikap kepada bapak polisi bahwa kami umat Islam Tangsel menginginkan Habib Rizieq dibebaskan karena habib adalah imam besar kami," teriak seorang orator, Siswandi.
Siswandi menyampaikan siap untuk ikut ditahan bersama dengan HRS. Sebab, menurutnya, pelanggaran yang ditujukan kepada HRS dinilai murni kesalahan umat Islam yang hadir di dalam kerumunan yang terjadi di Bandara Soekarno Hatta dan Petamburan, Jakarta Pusat.
"Jika ditahan hanya karena kerumunan massa di bandara ataupun Petamburan, kami tidak diundang, kami datang sendiri tanpa ada yang membiayai, maka sebagai umat Islam kami punya tanggung jawab moral. Kami ingin bersama Rizieq Shihab ditahan bersama umat Islam seluruh Indonesia," ungkapnya.
In Picture: Foto Rekonstruksi Kasus Penembakan Anggota FPI Versi Polisi
Dukungan politikus
Tidak hanya dukungan dari massa simpatisan, HRS juga mendapat dukungan dari tiga elite partai politik. Pertama adalah Sekretaris Jendral Partai Keadilan Sejahtera (PKS), Habib Aboebakar Alhabsy.
Aboe mengaku sangat menyayangkan ditahannya HRS oleh Polda Metro Jaya, buntut pelanggaran protokol kesehatan. Ia membandingkan dengan kerumunan massa selama tahapan pemilihan kepala daerah (Pilkada) 2020 yang tak satupun diproses pidana.
"Satgas Covid-19 mencatat adanya 178.039 tidak ada satupun yang diproses pidana, bisa jadi HRS adalah orang pertama yang ditahan lantaran protokol kesehatan," ujar Aboe lewat keterangan tertulisnya, Ahad (13/12).
Merujuk Pasal 31 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP), ia mengaku siap menjadi penjamin penangguhan penahanan HRS. Meski begitu ia tetap menghormati proses hukum yang ada, karena pentolan FPI itu sendiri beritikad baik dengan mendatangi Polda Metro Jaya.
"Saya siap menjadi penjamin untuk penangguhan penahanan beliau, hal ini tentu sesuai dengan ketentuan Pasal 31 KUHP. Di mana seorang tersangka dapat diajukan penangguhan penahanan," ujar Aboe.
Politikus kedua yang menyatakan diri menjadi penjamin dari HRS adalah Wakil Ketua Umum Partai Gerindra, Habiburokhman. Dalam cuitan di akun Twitter prubadinya, ia menyampaikan salamnya kepada Kapolri Jenderal Idham Azis, bahwa keputusannya di luar konteks substansi perkara kerumunan dan politik apapun.
"Saya yakin Habib Rizieq tidak akan melarikan diri dan saya menjamin penangguhan penahanan beliau," ujar Habiburokhman.
Terakhir adalah Wakil Ketua Dewan Pembina Partai Gerindra, Fadli Zon. Lewat video yang diunggah di akun Yotubenya, ia menilai HRS tidak pantas diperlakukan sewenang-wenang. Proses hukum serampangan yang dilakukan kepolisian dinilainya mencederai keadilan.
Pelanggaran protokol kesehatan dalam kerumunan massa di Petamburan disebutnya tak bisa menjadi dasar penyelidikan dan penyidikan. Permasalahan tersebut, kata Fadli, sudah tuntas dengan pemberian denda. Namun, kepolisian sengaja menyeret HRS ke persoalan pemidanaan yang tak adil.
"Oleh karena itu saya sebagai anggota DPR RI bersedia untuk menjaminkan diri saya, untuk penangguhan penahanan tehadap Habib Rizieq Shihab," ujar Fadli.
Pernyataan ketiga politikus yang bersedia menjadi penjamin penangguhan penahanan HRS dikometari oleh mantan Kepala Badan Intelijen Negara (BIN) A.M Hendropriyono. Meski tak eksplisit menyebut ketiga nama tersebut, ia menyebut bahwa ditahannya HRS dan Abubakar Baasyir (ABB) dimanfaatkan oleh sejumlah politikus.
"Mereka (politikus) mengambil kesempatan ini untuk kepentingan politik pribadinya. Jangan sampai manuver-manuver mereka yang menyesatkan itu memperbudak pikiran kalian terutama generasi muda," ujar Hendropriyono lewat keterangan tertulis yang diterima Republika, Senin (14/12).