REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Kementerian Luar Negeri membantah laporan tentang adanya perlakuan diskriminatif terhadap staf lokal di Kedutaan Besar Republik Indonesia (KBRI) di Abuja, Nigeria. Kabar yang dimuat laman Sahara Reporters itu disebut memuat kekeliruan.
“Kita sudah memintakan keterangan ke KBRI atas berita di atas (Sahara Reporters) dan dari informasi awal ada hal-hal yang tidak akurat,” kata Juru Bicara Kemlu Teuku Faizasyah saat dihubungi Republika.co.id, Selasa (15/12).
Salah satu hal yang tidak akurat adalah tentang gaji yang diterima staf lokal. “Misalnya 10 orang staf lokal dengan status honorer gaji terkecilnya 50 ribu Naira dan ini sudah di atas UMR di sana,” kata Faizasyah.
Dia pun menjelaskan bahwa KBRI Abuja telah menjadwalkan tes polymerase chain reaction (PCR) untuk seluruh staf. Hal itu karena Duta Besar Luar Biasa dan Berkuasa Penuh Usra Hendra Harahap dinyatakan positif Covid-19.
Selain itu, KBRI Abuja turut membagikan paket daya tahan tubuh kepada seluruh staf. Selagi para staf diperintahkan bekerja dari rumah, KBRI Abuja melakukan fumigasi di lingkungan gedung dan wisma.
Sebelumnya laman Sahara Reporters menerbitkan laporan tentang perlakuan diskriminatif KBRI Abuja kepada warga Nigeria yang bekerja di sana. Misalnya, sejak awal pandemi, mereka dipaksa bekerja di ruang sempit tanpa ventilasi memadai di semua kantor, kecuali staf senior.
KBRI Abuja pun dituding tak membayar tunjangan para staf lokal. Sementara tunjangan WNI yang bekerja di sana dibayar penuh. Bahkan ada pula tunjangan Covid-19 untuk mereka. Gaji WNI yang bekerja di KBRI Abuja juga mengalami kenaikan. Sementara staf lokal diupah antara 40 ribu Naira dan maksimum 90 ribu Naira.
Kemudian terkait Dubes Usra Hendra Harahap yang terinfeksi Covid-19, KBRI Abuja dituduh hanya menyediakan fasilitas PCR untuk WNI. Sedangkan staf lokal tidak diberikan fasilitas serupa.