REPUBLIKA.CO.ID, TOKYO - Hakim di pengadilan distrik Tokyo pada Selasa (15/12) memvonis mati seorang pelaku pembunuhan yang mengincar dan menghubungi sembilan korbannya dari media sosial Twitter pada 2017. Demikian laporan berita dari media setempat.
Vonis itu mengakhiri kasus pembunuhan tiga tahun lalu, yang pelakunya kerap disebut sebagai "pembunuh di Twitter" karena ia menghubungi korban-korbannya dari media sosial tersebut.
Takahiro Shiraishi, seorang pria berusia 30 tahun, dinyatakan terbukti bersalah atas tuduhan pembunuhan, mutilasi, dan penyimpanan anggota tubuh sembilan korban dalam apartemen pelaku di Kota Zama, Kanagawa, di luar kota Tokyo. Demikian media setempat memberitakan.
Dalam persidangan, jaksa menyampaikan Shiraishi menghubungi korban-korbannya via Twitter. Shiraishi mengincar korban yang mengunggah pikiran atau keinginan bunuh diri lewat Twitter, sebut kantor berita Jiji dalam laporannya.
Pelaku kemudian mengajak korban datang ke apartemennya di Zama dan berjanji akan membantu mereka bunuh diri, tulis Jiji mengutip isi tuntutan jaksa.
Pengacara pelaku menyampaikan Shiraishi telah mendapatkan izin dari korban untuk melakukan tindak pembunuhan, tulis Kyodo dalam beritanya. Hakim Naokuni Yano memutuskan pembunuhan itu dilakukan tanpa ada persetujuan dari korban. Shiraishi juga dinyatakan sehat secara mental untuk menjalani hukumannya.
Sejauh ini, kantor perwakilan Twitter di Jepang belum menanggapi pertanyaan terkait masalah itu. Dokumen berisi tuntutan jaksa menyebutkan Shiraishi mencekik dan memutilasi delapan perempuan dan seorang pria berusia 15 sampai 26 tahun. Pembunuhan itu terjadi pada Agustus-Oktober 2017, tulis Kyodo dalam beritanya.
Pelaku juga diduga melakukan kekerasan seksual terhadap seluruh korban perempuan. Shiraishi sebelum sidang mengatakan jika ia divonis mati, ia tidak akan mengajukan banding.
Hukuman mati di Jepang dilakukan dengan menggantung pelaku sampai tewas. Tanggal eksekusi tidak akan diumumkan sampai pelaku menjalani hukumannya.