REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Communication and Information System Security Research Center (CISSReC) memprediksi jumlah serangan siber di Indonesia bisa terhitung satu miliar kali pada 2020. Serangan pada tahun ini mengalami lonjakan diduga karena berlakunya work from home (WFH) di masa pandemi Covid-19.
"Naiknya tinggi dari tahun kemarin wajar bukan berarti enggak waspada tapi karena selama Covid-19 banyak kegiatan beralih di rumah," kata peneliti CISSReC Ibnu Dwi Cahyo pada Republika, Selasa (15/12).
Ibnu menjelaskan serangan siber rentan terjadi saat para pegawai kerja di rumah, kafe atau warnet. Mereka mengakses sistem kantor dari luar dimana bisa jadi jaringannya tidak aman.
"Jaringan tidak aman, tapi sayangnya para pegawai enggak dibekali peralatan dan pelatihan mereka biar aman ngakses sistem kantor dari luar. Ini nambah resiko peretasan. username dan password bisa dijebol," ujar Ibnu.
Ibnu menyoroti pentingnya alokasi anggaran untuk keamanan siber. Ia menyebut perusahaan di negara maju habiskan anggaran lebih banyak untuk keamanan siber di 2020 hingga 25 persen.
"Mereka sadar mengalihkan pegawai ke rumah. Perlu tambah firewall, kasih VPN. Di Indonesia enggak ada begini jadi resiko serangan nambah banyak. Apalagi yang mencurigakan karena senyap," ucap Ibnu.
Berdasarkan data BSSN sepanjang tahun ini hingga November 2020 terdapat sebanyak 423 juta kali serangan siber yang menyasar Indonesia. Serangan tersebut terbagi dalam dua sifat yaitu serangan sosial dan teknis.
Kepala BSSN Hinsa Siburian menjelaskan, serangan sosial berupa upaya mempengaruhi manusia pada dan melalui ruang siber dan cenderung berkaitan erat dengan perang politik, perang informasi, perang psikologi, dan propaganda.
Sementara serangan teknis lebih ditujukan menyerang jaringan logika melalui berbagi metode untuk mendapatkan akses ilegal, mencuri informasi, atau memasukkan malware yang bisa merusak jaringan fisik dan persona siber (pengguna internet).