REPUBLIKA.CO.ID, PARIS -- Pahlawan Muslim Mali Prancis, Lassana Bathily yang menyelamatkan nyawa dalam serangan toko halal pada 2015 lalu, angkat bicara perihal kebebasan berekspresi di Prancis. Hal tersebut dia ungkapkan melalui wawancara khusus dengan Aljazirah.
"Kita harus mempertahankan kebebasan berekspresi. Apakah Anda mendukung atau menentang kebebasan berekspresi, Anda harus menghormatinya. Ini adalah bagian fundamental dari (sekularisme) dan nilai-nilai Republik Prancis. Pada saat yang sama, saya percaya kebebasan berekspresi harus dilakukan dengan rasa hormat. Agama itu sakral," kata dia, dilansir dari laman Aljazirah pada Rabu (16/12).
Pada 1 September, majalah Prancis Charlie Hebdo menerbitkan ulang kartun-kartun hujatan yang menghina Nabi Muhammad, menjelang persidangan serangan 2015 di kantor mereka. Selanjutnya guru bahasa Prancis Samuel Paty menunjukkan kartun tersebut di dalam kelas sebagai bagian dari pelajaran kebebasan berekspresi.
Kemudian terjadi pembunuhan pada 16 Oktober terhadap Paty. Seorang pemuda berusia 18 tahun dari Chechnya, memenggal kepala Paty. Hal ini dia lakukan karena Paty memperlihatkan karikatur Nabi Muhammad dalam pelajaran tentang kebebasan berekspresi. Presiden Prancis, Emmanuel Macron turut melakukan pembelaan atas kebebasan berekspresi, termasuk hak kartunis untuk mencerca tokoh agama.
"Mereka terlalu banyak menyalahgunakan (kebebasan berekspresi). Saya bukan Charlie. Saya selalu mengatakan itu. Tapi saya mengutuk mereka yang membunuh Charlie karena majalah tersebut memilih untuk menggunakan kebebasan berekspresi. Tidak ada yang berhak membunuh siapa pun karena menggambar karikatur Nabi Muhammad," ucapnya.
Sebelumnya Bathily menjadi penyelamat saat peristiwa serangan terhadap warga Yahudi pada 2015. Bathily menyembunyikan pelanggan di ruang bawah tanah supermarket Paris saat serangan mematikan sedang berlangsung.
Serangan itu terjadi di sebuah pasar swalayan kosher (produk halal Yahudi) pada 7-9 Januari 2015. Setidaknya 17 orang tewas, termasuk empat pria yang disandera oleh seorang penembak bernama Amedy Coulibaly. Serangan itu berkaitan dengan aksi pembantaian di kantor mingguan majalah satir Prancis Charlie Hebdo.
Hampir enam tahun setelah menyelamatkan nyawa pelanggan selama serangan mematikan di supermarket halal Hyper Cacher di Paris, Bathily masih menolak menyebut dirinya pahlawan. "Itu adalah kesederhanaan saya," kata dia.
Bathily dipuji sebagai pahlawan, dia menerima ucapan selamat dari para pemimpin dunia, termasuk Presiden Amerika Serikat (AS) saat itu, Barack Obama dan Perdana Menteri Israel, Benjamin Netanyahu.
Bathily lahir di Mali dan datang ke Prancis sebagai migran anak tidak berdokumen pada usia 16. Dia segera diberikan kewarganegaraan Prancis dan dipekerjakan oleh kantor walikota Paris di mana dia masih bekerja, di departemen Pemuda dan Olahraga.
Dia juga secara teratur melakukan perjalanan ke sekolah-sekolah di seluruh Prancis untuk berbicara dengan siswa tentang pentingnya dialog antar agama.
Perihal vonis yang sudah dekat. Bathily mengatakan, semua hanya menunggu keadilan ditegakkan. "Jelas sulit bagi saya untuk bersaksi di depan terdakwa. Tetapi juga sangat penting untuk mengungkapkan apa yang saya katakan. Saya meminta ketua pengadilan untuk mengizinkan saya berbicara tentang latar belakang saya, perjalanan saya dan bagaimana saya sampai di sini," ucap dia.
Bathily mengaku masih berhubungan dengan korban lainnya. Beberapa sudah tidak dia lihat selama lima tahun karena mereka pindah ke Israel, tetapi mereka masih berhubungan di media sosial. Dia mengatakan, akan selalu ada ikatan khusus di antara mereka.