REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Anggota Komisi 1 DPR RI, Bobby Rizaldi, mengatakan regulasi pengendalian International Mobile Equipment Identity (IMEI) berpotensi menambah penerimaan negara hingga Rp3 triliun. Kapasitas mesin Centralized Equipment Identity Register (CEIR) untuk menampung data International Mobile Equipment Identity (IMEI) dari ponsel akan ditambah hingga 2 miliar.
"Ada potensi penerimaan negara, sampai itu sampai Rp2-3 triliun per tahun, karena memang semua harus teregistrasi," ujar Bobby dalam acara Selular Digital Telco Outlook, Rabu (16/12).
Sementara itu, dari pemberlakuan IMEI, Bobby melihat bahwa kebijakan IMEI di industri telekomunikasi berbeda dari industri lain.
Pembangunan infrastruktur, menurut dia, tidak dilakukan dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN), namun dari uang para pelaku industri, dan juga produksi turunannya atau derivatifnya, seperti smartphone.
Kebijakan pengendalian IMEI disahkan pada 15 September 2020. Regulasi ini diselenggarakan bersama Kementerian Perindustrian, Kementerian Perdagangan, Kementerian Keuangan, Kementerian Kominfo dan didukung seluruh operator telekomunikasi seluler.
Pemerintah menegaskan pengendalian IMEI pada perangkat telekomunikasi dilakukan untuk perlindungan konsumen. Selain itu juga memberikan kepastian hukum kepada operator dalam menghubungkan perangkat yang sah ke jaringan telekomunikasi.
Menyongsong 2021, Bobby berharap Undang-Undang Cipta Kerja dapat menangkap peningkatan lebih lagi terhadap pendapatan negara Rp4-5 miliar melalui kebijakan Tingkat Komponen Dalam Negeri (TKDN).
"Jadi bukan dari nilai importasinya yang dipajaki, tapi kita juga ada multiplayer effect-nya," Boby melanjutkan.
Bobby mengatakan parlemen bersama pemerintah berupaya membuat indikator yang memudahkan investasi kepada investor yang ingin membuat TKDN yang lebih tinggi, melebihi kebijakan 30 persen TKDN yang berlaku saat ini.