REPUBLIKA.CO.ID, BANDA ACEH -- Balai Konservasi Sumber Daya Alam (BKSDA) Aceh mencatat 132 konflik satwa liar dengan manusia terjadi di wilayah berjulukan 'Tanah Rencong' itu selama 2020. Paling dominan konflik gajah liar dengan warga setempat.
"Hingga November 2020 berdasarkan pengaduan melalui call center BKSDA Aceh dan upaya penanganan konflik yang telah kita lakukan untuk konflik gajah sebanyak 97 konflik dan harimau sebanyak 35 konflik," kata Kepala BKSDA Aceh Agus Arianto di Banda Aceh, Rabu (16/12).
Dia menjelaskan konflik satwa liar dengan manusia itu masih terus terjadi di sejumlah wilayah, seperti Kabupaten Bener Meriah, Aceh Timur, Aceh Utara, Aceh Jaya, dan Pidie.
Intensitas konflik satwa liar yang sudah mulai menunjukkan pengurangan, seperti di Aceh Selatan dan Aceh Tenggara.
Pihaknya terus melakukan penanggulangan konflik satwa liar itu melalui peran conservation response unit (CRU), dalam upaya menggiring gajah sumatera itu kembali ke habitatnya.
Ada tujuh CRU gajah yang dimiliki Aceh, meliputi wilayah DAS Peusangan di Bener Meriah, Serbajadi di Aceh Timur, Cot Girek di Aceh Utara, Sampoiniet di Aceh Jaya, Mila di Pidie, Alue Kuyun di Aceh Barat, dan Trumon di Aceh Selatan.
“CRU yang ada di wilayah itu, selama tahun 2020 ini juga memainkan peranan sangat penting dalam rangka penanganan konflik di wilayah kerja mereka,” kata Agus.
Dia menjelaskan populasi gajah sumatera di Aceh kisaran 500 hingga 600 ekor. Pihaknya masih terus melakukan pendataan guna mendapatkan data yang lebih konkret terkait dengan polulasi.
Konflik manusia dengan satwa yang memiliki nama latin Elephas maximus sumatranus itu terjadi karena habitatnya di hutan sudah terganggu, sehingga tidak sedikit mereka berada di areal penggunaan lain (APL) dan terjebak di perkebunan perusahaan atau warga.