REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Sutradara Patty Jenkins mengungkap alasan mengambil latar tahun 1984 untuk sekuel Wonder Woman 1984 (WW84). Tidak cuma pilihan profesional, ternyata ada juga aspek personal yang mendasari itu.
Dikutip dari catatan produksi Warner Bros Pictures, Jenkins ingin melihat Wonder Woman di era dirinya bertumbuh. Pada 1980-an, ada banyak ikon budaya populer yang sangat dia kenali, sehingga dia ingin ada sinonimitas dalam hal itu.
"Hal paling menyenangkan sekaligus menantang tentang latar waktu ini bukanlah referensi untuk periode tersebut, tetapi menciptakan ulang rasa seperti menyimak film-film 1980-an, rasa autentik untuk pengalaman itu," ungkapnya.
Produksi film berlangsung di sejumlah lokasi, antara lain Amerika Serikat, Inggris, Wales, Spanyol, dan Kepulauan Canary. Sementara, dalam film, penonton bakal menyimak latar di Washington DC (Amerika Serikat) serta Kairo (Mesir).
Bukan cuma latar waktu dan tempat yang berubah pada sekuel, WW84 juga menunjukkan pengembangan karakter. Diana Prince alias Wonder Woman (Gal Gadot) lebih matang dan dewasa, meski sosoknya tetap immortal.
Jika dahulu Diana diceritakan masih belajar untuk hidup di tengah masyarakat, kini dia sudah sangat luwes, bahkan punya posisi penting sebagai arkeolog dan antropolog. Jenkins pun menghadirkan aksi laga yang beragam dan berskala lebih besar.
"Inti dari cerita ini tidak kehilangan aspek dalam diri Wonder Woman: optimistis, positif, berani. Dia adalah contoh sempurna yang mengingatkan semua orang untuk menjadi diri yang lebih baik dan menciptakan dunia yang lebih baik," tuturnya.
Dengan semua keseruan itu, menyimak langsung film WW84 langsung di bioskop menjadi pengalaman menyenangkan. Terlebih, setelah sekian lama absen ke bioskop karena aturan pembatasan sosial dari pemerintah. WW84 pun sudah beberapa kali geser jadwal tayang akibat pandemi Covid-19.
Sebelum sinema tayang di bioskop, Republika bersama puluhan awak media lain berkesempatan menonton film pada pemutaran terbatas. Menyimak lagi tayangan di layar lebar dan audio mumpuni memang jauh berbeda dengan hanya di gawai.
Sebelum memasuki area XXI, ada petugas keamanan yang mengukur suhu tubuh rekan media. Begitu pula pada pintu studio, ada petugas yang memberikan cairan sanitasi tangan. Tentunya, penonton maupun petugas bioskop mengenakan masker atau face shield.
Antrean dibuat berjarak sehingga awak media yang menonton tidak berdesak-desakan. Studio XXI yang dipakai untuk pemutaran berkapasitas 170 kursi, hanya diisi sekitar 30 orang. Dengan perbandingan tersebut, jarak fisik bisa dimaksimalkan.
Selama menonton, pemirsa film tidak diperkenankan melepaskan masker sama sekali. Hal itu tidak menjadi masalah, karena keseruan menyimak sinema WW84 selama 151 menit membuat waktu berlalu tanpa terasa.