REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Pengguna Jalan Perancis yang membentang di wilayah di Kota Tangerang dan Kabupaten Tangerang, Banten, bisa menggugat pemerintah daerah ke pengadilan jika merasa dirugikan karena kondisi jalan yang rusak. Pengamat transportasi, Djoko Setijowarno mengatakan, peraturan perundang-undangan telah mengatur ketentuan mengenai pejabat yang dianggap lalai atau sengaja membiarkan jalan yang menjadi tanggung jawabnya, rusak.
Masyarakat bisa melakukan tuntutan hukum apabila pemerintah pusat dan pemerintah daerah abai menangani jalan rusak, apalagi sampai mengakibatkan kecelakaan atau kerusakan pada kendaraan. "Ada sanksi hukum bagi pejabat yang lalai, sudah diatur dalam Undang-Undang Lalu Lintas Jalan Raya," kata Djoko, Kamis (17/12).
Dalam beberapa kasus, kata Djoko, masyarakat ada yang memenangkan gugatannya karena berhasil membuktikan kerugian akibat dari jalan yang rusak itu. "Ada beberapa kasus di Jawa Tengah, masyarakat berhasil memenangkan gugatan terhadap jalan yang mengalami kerusakan itu," ujarnya.
Jalan Raya Perancis hingga awal Desember 2020 mengalami kerusakan di sejumlah titik sehingga kerap menimbulkan kemacetan dan kecelakaan. Di Kota Tangerang, Jalan Perancis sepanjang 2,5 km dari pertigaan Indomaret Rawa Jeruk/J Hotel sampai Kosambi Permai/BCA diperkirakan 70 persen rusak berat.
Sedangkan di Kabupaten Tangerang, Jalan Perancis sepanjang tiga kilometer dari Kosambi Permai sampai perempatan Jln Raya Dadap dikategorikan 50 persen rusak berat. Kerusakan Jalan Perancis sudah berlangsung selama dua tahun. Warga sudah berulang kali meminta agar perbaikan jalan yang merupakan akses utama menuju Bandara Soekarno Hatta diperbaiki namun hingga kini belum ada perbaikan.
Ketua Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia (YLKI), Tulus Abadi melihat telah terjadi pelanggaran Undang-Undang tentang Jalan. Dalam undang-undang tersebut sudah diatur institusi yang bertanggungjawab terhadap kelas jalan yang ada. Ia
meminta agar pemerintah daerah segera memperbaiki Jalan Perancis yang mengalami kerusakan itu.
Disamping itu, Tulus juga mengatakan pentingnya untuk mengendalikan muatan kendaraan barang yang melintasi jalan kota/ kabupaten. "Pemda bisa memberikan sanksi terhadap kendaraan barang yang kelebihan tonase sehingga menyumbang kerusakan jalan," ujar Tulus.
Dalam UU Jalan secara jelas disebut setiap penyelenggara jalan yang tidak segera dan patut memperbaiki jalan yang rusak serta mengakibatkan kecelakaan lalu lintas sehingga menimbulkan luka ringan atau kerusakan kendaraan dapat dipidana penjara paling lama enam bulan atau denda paling banyak Rp 12 juta.
Sedangkan kalau kerusakan jalan itu mengakibatkan korban luka berat pelaku dapat dipidana satu tahun penjara atau denda paling banyak Rp 24 juta. Kemudian kalau sampai meninggal dunia bisa dipidana selama 5 tahun atau denda paling banyak Rp 120 juta.