REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Jaksa Penuntut Umum (JPU) menghadirkan mantan politisi Nasdem Andi Irfan Jaya dalam sidang lanjutan dugaan suap, pencucian uang dan pemufakatan jahat terkait pengurusan red notice Djoko Tjandra di Pengadilan Tipikor Jakarta, Kamis (17/12). Andi Irfan dimintai keterangannya untuk terdakwa Djoko Tjandra.
Dalam persidangan, Andi Irfan mengungkapkan alasan mengapa dirinya mau diajak Jaksa Pinangki Sirna Malasari menemui Djoko Tjandra di Kuala Lumpur, Malaysia. Andi Irfan mengaku awalnya tidak tahu akan bertemu dengan Djoko Tjandra yang merupakan buron dari kasus hak tagih (cessie) Bank Bali saat itu.
"Apakah saudara tahu akan menemui Djoko Tjandra, " tanya Jaksa KMS Roni.
"Dia bilang temani saya saja. Saya tidak detail bertanya," jawab Andi Irfan.
Jaksa pun kembali bertanya ke Andi Irfan terkait alasannya mau pergi ke Kuala Lumpur. "Mengapa Saudara bersedia menemani Pinangki," cecar Jaksa.
"Saya tidak terlalu jauh bertanya yang ada di hati saya, waktu itu mungkin kurang lebih saya senang diajak jalan, tidak bayar lagi," ujar Andi Irfan.
Jaksa pun mencecar Andi Irfan ihwal action plan untuk mengurus fatwa di Mahkamah Agung (MA) untuk pengurusan upaya hukum Joko Soegiarto Tjandra alias Djoko Tjandra. Kepasa Jaksa, Andi Irfan mengaku tidak mengerti apa itu action plan.
"Saya enggak pernah buat action plan dan tidak pernah kirim," tegasnya.
"Terkait surat kuasa yang dibuat Anita (pengacara Djoko Tjandra, Anita Kolopaking)," tanya Jaksa lagi.
"Saya tidak pernah buat. Saya dikirimkan Bu Anita surat kuasa menjual yang saya ingat surat itu mencantumkan nama saya, karena saya keberatan, lalu saya kirim ke Pak Djoko untuk menyampaikan keberatan saya," kata Andi Irfan.
Andi Irfan mengaku setelah menerima draf surat kuasa jual, dirinta langsung menghubungi Djoko Tjandra. Namun, dirinya justru dimarahi oleh Djoko Tjandra.
"Saya sampaikan ini apa, saya mohon maaf saya enggak bersedia ada nama-nana saya seperti ini. Saya bilang mohon maaf apaan ini. Pak Djoko katakan bodohlah, bodoh dia, waktu itu marah-marah lalu saya tutup telepon," kata Andi Irfan menirukan percakapannya dengan Djoko Tjandra.
"Apakah Saudara mau menerima surat itu?" tanya Jaksa.
"Sebetulnya kalau ada yang jelaskan saya, ini untuk apa. Dan tiba-tiba ada nama saya ya keberatan. Katakanlah kalau ada penyampaian baik-baik ya saya nggak keberatan," terang Andi Irfan.
Dalam dakwaan diterangkan secara rinci 10 action plan tersebut. Untuk action plan poin pertama adalah penandatangan Akta Kuasa Jual sebagai jaminan bila security deposit yang dijanjikan Djoko Tjandra tidak terealissi dan akan dilaksanakan pada 13- 23 Febuari 2020. Penanggung jawab di poin pertama adalah Djoko Tjandra dan Andi Irfan Jaya.
Kemudian di poin kedua, pengiriman Surat dari Pengacara kepada pejabat Kejaksaan Agung, Burhanuddin (BR) yakni surat permohonan fatwa MA dari pengacara kepada Kejagung untuk diteruskan kepada MA yang akan dilaksankan pada 24-25 Februari 2020.
Dalam poin aksi ketiga adalah pejabat Kejagung Burhanuddin mengirimkan surat permohonan fatwa MA kepada pejabat MA Hatta Ali (HA). Pelaksanan aksi itu dilakukan pada 26 Februari - 1 Maret 2020 dengan penanggung jawab Andi Irfan Jaya dan Pinangki. Diketahui, pada Maret 2020, Hatta Ali masih menjabat sebagai Ketua MA.
Kemudian di poin aksi keempat disebutkan skala pembayaran 25 persen fee sebesar 250 ribu dollar AS dari total 1 juta dollar AS yang telah dibayar uang mukanya sebesar 500 ribu dolar AS dengan penanggung jawab Djoko Tjandra yang akan dilaksanakan pada 1-5 Maret 2020.
Poin aksi kelima yakni pembayaran konsultan fee media kepada Andi Irfan Jaya sebesar 500 ribu dollar AS untuk mengondisikan media dengan penanggung jawab Djoko Tjandra yang akan dilaksanakan pada 1-5 Maret 2020.
Pada poin aksi keenam disebutkan pejabat MA Hatta Ali menjawab surat pejabat Kejagung Burhanuddin. Penanggung jawabnya adalah Hatta Ali atau DK atau AK yang akan dilaksanakan pada 6-16 Maret 2020.
Pada poin ketujuh pejabat Kejagung Burhanuddin menerbitkan instruksi terkait surat Hatta Ali yaitu menginstruksikan kepada bawahannya untuk melaksanaan fatwa MA. Penanggung jawaab adalah IF (belum diketahui)/P (Pinangki) yang akan dilaksanakan pada 16-26 Maret 2020.
Selanjutnya poin aksi kedelapan adalah security deposit cair yaitu sebesar 10 ribu dolar AS. Artinya, Djoko Tjandra bakal membayar uang tersebut apabila action plan kedua, ketiga, keenam dan ketujuh berhasil dilaksanakan. Penanggung jawabnya adalah Djoko Tjandra. Aksi ini akan dilaksanakan pada 26 Maret - 5 April 2020.
Selanjutnya poin aksi kesembilan, Djoko Tjandra disebutkan kembali ke Indonesia tanpa menjalani eksekusi pidana penjara selama 2 tahun. Penanggung jawab poin aksi kesembilan ini adalah Pinangki/Andi Irfan Jaya/Joko Tjandra yang dilaksanakan pada April-Mei 2020.
Kemudian, pada poin aksi ke-10, yakni pembayaran fee 25 persen yaitu 250 ribu dolar AS sebagai pelunasan atas kekurangan pemeriksaan fee terhadap Pinangki bila Djoko Tjandra kembali ke Indonesia seperti "action" kesembilan. Penanggung jawab adalah Joko Tjandra yang akan dilaksanakan pada Mei-Juni 2020.
Namun, dalam dakwaan Jaksa menyebut kesepakatan action plan tersebut tidak terlaksana satu pun. Padahal Djoko Tjandra telah memberikan uang muka sebesar 500 ribu dolar AS sehingga Djoko Tjandra pada Desember 2019 membatalkan rencana aksi dengan cara memberikan catatan pada kolom notes dengan tulisan tangan 'NO' kecuali action plan poin ketujuh dengan tulisan tangan 'bayar nomor 4,5' dan action kesembilan dengan tulisan 'bayar 10 M' yaitu bonus kepada terdakwa bila Djoko kembali ke Indonesia.