REPUBLIKA.CO.ID, WASHINGTON— Otoritas federal pada Rabu (16/12) membuka persidangan yang menuntut seorang pria asal Kenya karena mencoba melakukan serangan dengan cara yang sama seperti peristiwa 9/11 di Amerika Serikat. Tindakan ini disebut mengatasnamakan organisasi teroris al-Shabab.
Pria Kenya tersebut, Cholo Abdi Abdullah (30 tahun) ditangkap di Filipina pada 2019 lalu. Ia dipindahkan ke tahanan Amerika Serikat pada Selasa atas tuduhan berkonspirasi untuk membajak sebuah pesawat dan berencana akan menabrakannya ke sebuah gedung.
Dia mengaku tidak bersalah atas tuduhan terkait terorisme selama sidang singkat pengadilan. Cholo menghadapi hukuman penjara minimal 20 tahun jika terbukti bersalah. Adapun pengacara pembelanya menolak berkomentar.
Jaksa penuntut mengatakan Abdullah mendapat pelatihan penerbangan di Filipina antara tahun 2017 sampai 2019 dan memperoleh lisensi pilot sebagai persiapan untuk serangan. Selama waktu itu, pihak berwenang mengatakan dalam rilis persnya bahwa Abdullah meneliti cara dan metode untuk membajak pesawat komersial, termasuk cara menerobos pintu kokpit dan informasi tentang gedung tertinggi di kota besar Amerika Serikat.
"Kasus ini melibatkan plot menggunakan pesawat untuk membunuh korban yang tidak bersalah, mengingatkan kita pada ancaman mematikan yang terus dilakukan oleh teroris Islam radikal terhadap bangsa kita," kata Asisten Jaksa Agung untuk Keamanan Nasional John Demers dalam sebuah pernyataan dilansir dari Alarabiya, Kamis (17/12).
Penjabat Pengacara Amerika Serikat Manhattan, Audrey Strauss menyebutnya sebagai pengingat peristiwa mengerikan untuk serangan mengerikan 11 September 2001.
Abdullah, kata jaksa penuntut, mulai merencanakan serangan pada 2016 di bawah arahan seorang komandan al-Shabab yang juga terlibat dalam perencanaan serangan mematikan pada 2019 di sebuah hotel di Nairobi, Kenya.
Departemen Luar Negeri pada 2008 menunjuk al-Shabab, yang berarti "pemuda" dalam bahasa Arab, sebagai organisasi teroris asing. Kelompok militan adalah afiliasi Alqaeda yang berjuang untuk mendirikan negara sendiri di Somalia berdasarkan hukum syariah.
Jaksa penuntut mengatakan kelompok ekstremis tersebut baru-baru ini memulai serangkaian serangan teroris menyusul keputusan Amerika Serikat untuk memindahkan kedutaannya di Israel ke Yerusalem.