REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA – Suatu ketika ada seorang badui datang dan meminta hadiah kepada Rasulullah SAW. Kemudian Rasulullah pun memberi badui itu hadiah.
Akan tetapi orang badui itu merasa tidak puas dengan pemberian Rasulullah. Si Badui merasa kecewa karena apa yang diterima dirasa sedikit. Setelah tidak bersama Rasulullah, orang badui itu pun mengumpat tentang Rasulullah.
Umpatan orang Badui itu pun didengar para sahabat sehingga mereka pun ingin memukul orang badui itu karena dinilai tak etis terhadap Rasulullah. Sehari berselang, Rasulullah mendengar kabar itu. Kemudian Rasul memanggil orang badui itu kembali.
Rasulullah kemudian memberikan tambahan hadiah kepada orang badui itu. Seketika itu juga orang badui itu langsung memuji-muji Rasulullah langsung di hadapan Rasulullah.
Rasulullah pun lantas meminta orang badui itu melakukan hal itu (memuji Rasulullah) di depan umum sebab pada hari sebelumnya orang badui itu telah mengumpat Rasulullah di depan umum.
Tujuannya agar orang badui itu meluruskan di depan umum berkaitan dengan kritikan dan umpatannya di depan umum sebelumnya. Setelah orang badui itu meluruskan di depan umum, para sahabat yang tadinya membenci orang badui itu berubah menjadi tidak lagi membencinya.
Kisah ini dapat ditemukan redaksi lengkapnya dalam kitab As-Syifa halaman 83 atau Ihya Ulumuddin juz 3 halaman 508.
Pengasuh Pondok Pesantren Tahfidzul Quran-Lembaga Pembinaan Pendidikan dan Pengembangan Ilmu Al Quran (LP3iA) Narukan, Rembang, KH Ahmad Bahauddin Nursalim menjelaskan di antara poin penting yang dapat diambil dari kisah itu adalah bagaimana cara nabi memberikan kebaikan lebih sehingga dapat mengubah perilaku orang badui tersebut yang tadinya menggerutu Rasulullah SAW berubah menjadi orang yang memuji-muji Rasulullah.
"Uniknya nabi menghilangkan kebencian ini dengan sosial, dengan memberi lebih, dan sekarang si baduwi ini mencintai nabi karena diservis lebih. Sebab di sini kiai kita, guru kita syaikhona Maimun Zubair, di antara wasiat yang di ulang-ulang adalah: ‘kalau kamu ingin meninggal husnul khatimah maka kamu harus berperilaku yang simpatik kepada siapapun. Kita harus berbuat baik kepada siapapun. Karena agama ini, kebenaran ini bisa dicintai kalau kita baik. Karena manusia itu pasti kalah dengan kebaikan’," jelas Gus Baha saat mengisi dzikir nasional dan tabligh akbar secara virtual yang diselenggarakan DPP PPP pada Kamis (17/12) malam.
Gus Baha mencontohkan dalam fiqih formal senyum dihukumi sunnah. Namun adakalanya senyum dapat menjadi wajib manakala menghadapi persaingan dengan orang-orang fasik dan zalim yang gemar menebar senyum.
"Ada konteks tertentu di mana kita bersaing dengan orang orang zalim, orang fasik yang orang fasik senyum kemudian kita yang saleh menggerutu. Kemudian orang yang masih netral tidak saleh banget, tidak fasik banget, akan memilih pada yang nyaman yaitu yang fasik. Karena yang fasik baik, sementara yang saleh gerutu. Dalam konteks seperti ini senyum akan dikatakan wajib. Karena hanya dengan cara itu kebaikan menjadi menarik, begitu juga menyangkut sedekah. Dalam konteks lapangan, ada orang fasik bawaannya itu dermawan sering memberi, yang saleh bawaannya kikir, maka orang akan simpati pada yang fasik tapi dermawan. Sehingga akhirnya kita berpendapat dermawan itu wajib," jelas Gus Baha.