REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Kabid Humas Polda Metro Jaya Kombes Polisi Yusri Yunus mengatakan, seorang peserta aksi 1812 melukai dua aparat dengan menggunakan samurai. Peristiwa itu terjadi ketika aparat membubarkan massa di Jalan Merdeka Selatan, Jakarta Pusat, Jumat (18/12). Namun demikian, pelaku berhasil kabur.
"Ada anggota yang terluka (karena pelaku) menggunakan samurai pada saat pembubaran di depan kantor gubernur," kata Yusri di Monumen Nasional (Monas), Jakarta Pusat, Jumat.
Pelaku, kata Yusri, melukai dua aparat yang merupakan staf di Bidang Humas Polda Metro Jaya. Dua anak buah Yusri itu ketika kejadian sedang memotret proses pembubaran massa.
"Sampai dengan saat ini, yang tadi saja yang kena sabetan atau tusukan tapi tidak terlalu ini (parah) ya. Ada dua orang yang kena," kata Yusri.
Republika mendapatkan foto-foto dua aparat yang terluka itu. Tampak, salah satu aparat terluka di tangan. Satu lagi di bagian pundak.
Namun demikian, pelaku yang membawa samurai dan melukai aparat itu berhasil melarikan diri. "Pelaku kabur," kata Yusri.
Sebelumnya, sejak Jumat siang ratusan massa aksi 1812 mulai memadati sekitaran Patung Kuda, Gambir, Jakarta Pusat. Namun, polisi membubarkan mereka dengan alasan kerumunan massa bisa meningkatkan penularan Covid-19.
Namun massa enggan membubarkan diri. Polisi lantas memukul mundur massa. Sebagian massa dipukul mundur ke arah Stasiun Gambir. Sebagian lain ke arah Tanah Abang. Massa di arah Gambir akhirnya membubarkan diri pukul 15.00 WIB.
Massa yang telah bubar itu berasal dari kelompok menamakan diri Anak NKRI. Mereka menggelar unjuk rasa bertajuk "Tegakkan Keadilan, Selamatkan NKRI". Aksi ini dihadiri berbagai organisasi masyarakat (Ormas). Di antaranya, Front Pembela Islam (FPI) dan PA 212.
Aksi yang disebut 1812 (penamaan ini berdasarkan tanggal pelaksanaannya) itu mendesak agar Habib Rizieq Shihab (HRS) dibebaskan tanpa syarat. Mereka menuntut pengusutan kasus yang menewaskan enam Laskar FPI. HRS kini ditetapkan sebagai tersangka dan ditahan di Polda Metro Jaya terkait kasus kerumunan massa di Petamburan, Jakarta Pusat.
Sekertaris Umum FPI Munarman merasa kecewa atas pembubaran massa aksi 1812 oleh kepolisian. Munarman menganggap pembubaran tersebut melanggar aturan karena tak punya dasar hukum.
"Aksi hari ini dibubarkan tanpa alasan hukum," kata Munarman pada Republika, Jumat (18/12).
Munarman menganggap pemerintahan Joko Widodo (Jokowi) menyalahgunakan kewenangan kepolisian untuk melawan pihak-pihak yang berseberangan. Munarman menilai pemerintahan Jokowi tak bedanya dengan pemerintahan diktaktor era Soeharto.
"Itulah bentuk-bentuk dari neo otoritarianisme. Terbukti sudah negara ini sedang dikuasai oleh rezim diktator yang sudah melanggar prinsip-prinsip the rule of law," tegas Munarman.