Jumat 18 Dec 2020 20:23 WIB

Korlap Aksi 1812: Saya Memang tidak Minta Izin ke Polisi

Korlap Aksi 1812 mengakui tidak meminta izin ke polisi dalam menggelar demo.

Rep: Ronggo Astungkoro/ Red: Bayu Hermawan
Aparat kepolisian membubarkan paksa massa aksi  unjuk rasa 1812 Front Pembela Islam (FPI) yang hendak menggelar aksi di sekitar Patung Kuda Arjuna Wiwaha, Jakarta Pusat, Jumat (18/12). Polisi memukul mundur massa yang menolak dibubarkan guna menghindari kerumunan. Sebanyak 5.000 personel gabungan dari unsur TNI-Polri dan Pemprov DKI Jakarta disiapkan untuk mengawal dan mengamankan unjuk rasa 1812 di kawasan Istana Negara. Republika/Thoudy Badai
Foto: Republika/Thoudy Badai
Aparat kepolisian membubarkan paksa massa aksi unjuk rasa 1812 Front Pembela Islam (FPI) yang hendak menggelar aksi di sekitar Patung Kuda Arjuna Wiwaha, Jakarta Pusat, Jumat (18/12). Polisi memukul mundur massa yang menolak dibubarkan guna menghindari kerumunan. Sebanyak 5.000 personel gabungan dari unsur TNI-Polri dan Pemprov DKI Jakarta disiapkan untuk mengawal dan mengamankan unjuk rasa 1812 di kawasan Istana Negara. Republika/Thoudy Badai

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Koordinator Lapangan Aksi 1812, Rijal Kobar menyatakan memang tak meminta izin kepada kepolisian ketika hendak menggelar aksi. Rijal beralasan, sepengetahuannya untuk melakukan aksi unjuk rasa cukup hanya memberi tahu kepolisian saja, bukan meminta izin.

"Saya bilang memang saya tidak minta izin, saya prosedural aksi itu hanya memberi tahu akan ada aksi, bukan minta izin. Nah, mungkin ini agak berbeda. Yang undang-undang yang saya tahu, ini hanya pemberitahuan dan itu sudah saya jalani," katanya di Masjid Al Makmur, Tanah Abang, Jakarta Pusat, Jumat (18/12).

Baca Juga

Rijal menjelaskan lebih lanjut prosedur pemberitahuan ke pihak kepolisian yang telah ia lalui. Pada 15 Desember lalu, dia datang ke Polda Metro Jaya dan menyampaikan kepada mereka rencana aksi yang akan dilakukan. Saat itu, dia turut menyampaikan besaran massa yang diperkirakan akan hadir dalam aksi 1812.

"Pemberitahuan saya bahwa 1812 akan ada aksi, sekitar sholat Jumat kurang lebih dari 500 orang. Mungkin ada tambahan," ujarnya.

Setelah berdialog dengan aparat, Rijal mengaku diberi berkas untuk ditandatangani sebagai penanggung jawab karena dia berperan sebagai koordinator lapangan. Di sana, kata dia, hal yang ditekankan terkait dengan penegakkan protokol kesehatan, ketertiban dan keamanan aksi.

"Saya oke-kan, karena saya yakin kawan-kawan yang aksi selama ini selalu tertib dengan aksi semacam itu. Saya sarankan semua pakai masker dan pakai protokol kesehatan," katanya melanjutkan.

Kemudian pada 17 Desember ia dipanggil oleh kepolisian untuk menandatangani keterangan soal adanya protokol kesehatan, menjaga keamanan, dan tak boleh ada pelanggaran lainnya. Dari situ, dia merasa semua prosedur pemberitahuan sudah dilaksanakan sepenuhnya.

"Saya terus pulang, dan sampaikan ke teman-teman bahwa proses pemberitahuan ke aparat sudah selesai dan saya tanda tangan hal-hal yang tidak boleh dilanggar," ucapnya.

Kemudian, setelah itu muncul kabar aksi 1812 tidak diberikan izin oleh kepolisian. Rijal menyatakan, yang memang telah dia lakukan sebelumnya memang bukan meminta izin, melainkan hanya melakukan pemberitahuan akan menggelar aksi.

"Jam 11 malam saya ditelpon Polda untuk ke Mabes Polri, jam 11 malam, ya saya bilang mana mungkin, waktu sudah mepet dan saya butuh istirahat," katanya.

Rijal mengatakan, hingga lada Jumat siang, ketika dia melaksanakan ibadah sholat Jumat, telpon kembali berbunyi dan dia kembali diminta untuk datang ke Mabes Polri. Namun, dia tak memenuhi panggilan itu karena aksi akan dilakukan pada pukul 13.00 WIB.

"Begitu saya sholat Jumat, saya masuk ke lapangan, saya sholat Jumat di salah satu masjid daerah Menteng, ternyata semua sudah diblokir dan terjadi keributan," ungkapnya.

 

BACA JUGA: Update Berita-Berita Politik Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement