REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Kapolda Metro Jaya Irjen Fadil Imran mengeklaim Polri memperhatikan keselamatan hidup setiap orang yang merupakan Hak Asasi Manusia (HAM). Dalih itu dipakai Fadil untuk tidak mengeluarkan izin unjuk rasa dan membubarkan paksa aksi unjuk rasa 1812 pada Jumat (18/12).
"Keselamatan rakyat adalah hukum tertinggi atau Salus Populi Suprema Lex Esto, seharusnya menjadi pedoman utama atau bahkan menjadi prinsip dasar bagi semua komponen bangsa Indonesia dalam kehidupan sehari-hari," kata Fadil kepada wartawan di Jakarta.
Fadil juga mengaku Polri bekerja keras untuk menegakkan protokol kesehatan demi memastikan kesehatan rakyat. "Karena hak atas kesehatan adalah hak asasi manusia. Maka siapapun harus patuh pada 3M dan 3T serta menghindari kerumunan, sebagai upaya untuk memutus mata rantai penularan Covid-19," ujar dia.
Massa yang menamakan diri Anak NKRI itu menggelar unjuk rasa bertajuk "Tegakkan Keadilan, Selamatkan NKRI" sejak pukul 13.00 WIB. Aksi ini dihadiri berbagai organisasi masyarakat (Ormas). Di antaranya, Front Pembela Islam (FPI) dan PA 212.
Aksi yang disebut 1812 itu mendesak agar Habib Rizieq Shihab (HRS) dibebaskan tanpa syarat. Kemudian, menuntut pengusutan kasus penembakan enam Laskar FPI oleh polisi. HRS kini ditetapkan sebagai tersangka dan ditahan di Polda Metro Jaya terkait kasus kerumunan massa di Petamburan, Jakarta Pusat.
Aparat kemudian membubarkan massa aksi 1812 di sekitar Monumen Nasional (Monas) sejak sekitar pukul 14.00 WIB. Kabid Humas Polda Metro Jaya Kombes Yusri Yunus memastikan kondisi Jakarta sudah kembali kondusif. "Sudah kondusif. Helikopter sudah terbang untuk mengecek," kata Yusri di Monas.