REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Perusahaan ritel, Nike Inc mencatatkan pertumbuhan laba naik secara signifikan per kuartal. Adapun kenaikan ini karena masyarakat memanfaatkan belanja online di tengah pandemi covid-19.
Seperti dilansir dari laman Reuters, Sabtu (19/12), realisasi pencapaian laba mendorong saham pembuat pakaian olahraga ini naik 4,5 persen, sebelumnya hanya mencatatkan 37 persen sepanjang tahun ini.
Analis Ritel Jane Hali & Associates Jessica Ramirez mengatakan krisis kesehatan global telah mendorong orang untuk melakukan aktivitas seperti berlari atau bersepeda. Hal ini memberikan dorongan yang sangat dibutuhkan bagi Nike dan pembuat pakaian olahraga lainnya setelah mereka terpukul pada penjualan pada awal tahun.
Nike yang berbasis di Beaverton, Oregon mengatakan penjualan digital melonjak 84 persen, pertumbuhan tiga digit di Amerika Utara yang merupakan pasar terbesarnya. Bahkan penjualan ini termasuk peningkatan dua digit yang kuat pada bagian lain dunia.
“Konsumen mengunduh aplikasi olahraga dan toko Nike secara massal. Hal ini mendorong penjualan online yang jauh lebih tinggi sepanjang tahun,” ucapnya.
Menurutnya waktu yang diinvestasikan Nike dalam saluran e-niaga telah membuahkan hasil dan memberikan keunggulan kompetitif yang besar atas pesaing seperti Adidas.
“Situs web Nike segera diperbarui dan mudah untuk dijelajahi, aplikasinya intuitif dan fokusnya pada pengumpulan data pelanggan melalui berbagai layanannya benar-benar membantunya menargetkan konsumen yang tepat pada saat orang lebih berhati-hati dengan pembelanjaan mereka,” ucapnya.
Tercatat penjualan Nike dan biaya administrasi turun dua persen menjadi 3,3 miliar dolar AS pada kuartal kedua yang berakhir pada 30 November. Hal ini karena pandemi mencegah pengeluaran untuk memasarkan merek dan acara olahraganya.
Berdasarkan data IBES dari Refinitiv, pendapatan naik sekitar sembilan persen menjadi 11,24 miliar dolar AS, sedangkan analis rata-rata memperkirakan 10,56 miliar dolar AS. Perusahaan melaporkan peningkatan laba 12 persen menjadi 1,25 miliar dolar AS, atau 78 sen per saham, mengalahkan ekspektasi analis sebesar 62 sen per saham.