REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA--Anggota Badan Pengawas Pemilihan Umum (Bawaslu) Mochammad Afifuddin mengakui, masyarakat mematuhi protokol kesehatan (prokes) pencegahan penularan Covid-19 saat menggunakan hak pilihnya pada pada 9 Desember lalu.
Menurutnya, hal ini bertolak belakang dengan kondisi saat tahapan kampanye yang banyak terjadi pelanggaran. "Kepatuhan masyarakat Indonesia yang menyalurkan hak pilihnya pada Pilkada 2020 di TPS (tempat pemungutan suara) sangat luar biasa. Pemilih patuh pada aturan yang telah dibuat," ujar Afif dikutip laman resmi Bawaslu RI, Ahad (20/12).
Afif mengatakan, sejumlah ketentuan terkait prokes memang diterapkan di seluruh tahapan pilkada termasuk hari pemungutan suara dan juga harus dipatuhi masyarakat. Petugas kelompok penyelenggara pemungutan suara (KPPS) mengharuskan pemilih mencuci tangan dan mengukur suhu tubuh sebelum masuk TPS, menggunakan sarung tangan plastik, dan menjaga jarak.
Afif menuturkan, pelanggaran protokol kesehatan banyak terjadi selama masa kampanye. Bawaslu daerah pun tak sedikit yang melayangkan surat peringatan kepada peserta pilkada yang melanggar protokol kesehatan hingga melakukan pembubaran kegiatan itu."Banyak terjadi pelanggaran prokes saat tahapan kampanye. Namun, 'alhamdulillah' pelanggaran serupa tak terulang saat hari pemungutan suara," kata Afif.
Selain itu, Afif membandingkan proses demokrasi di Indonesia dengan negara lain. Menurut dia, Indonesia memiliki kekhasan dan keunikan tersendiri yang tak dimiliki negara lain, seperti menganggap hari pemungutan suara menjadi ajang festival dengan memakai baju adat di TPS.
Selain keunikan dan kekhasan, yang membedakan proses demokrasi di Indonesia dengan negara lain terletak pada kultur dan geografis. Afif menyebutkan, proses demokrasi indonesia tantangannya sangat berat dengan geografis yang berbeda dan wilayah kepulauan."Tentu negara kita jauh lebih berat dan banyak rintangannya dalam proses pilkada dan pemilu. Dibandingkan negara lain, tentu Indonesia punya kekhasan dan keunikan tersendiri," tutur Afif.