Ahad 20 Dec 2020 13:38 WIB

Armenia Peringati Kematian Tentara Korban Perang Azerbaijan

Ribuan orang di Yerevan memperingati para tentara yang tewas dalam konflik enam pekan

Rep: Idealisa Masyrafina/ Red: Christiyaningsih
Ribuan orang di Yerevan memperingati para tentara yang tewas dalam konflik enam pekan di wilayah Nagorno-Karabakh, Sabtu (19/12).
Foto: EPA
Ribuan orang di Yerevan memperingati para tentara yang tewas dalam konflik enam pekan di wilayah Nagorno-Karabakh, Sabtu (19/12).

REPUBLIKA.CO.ID, YEREVAN -- Ribuan orang Armenia berbaris melalui ibu kota Yerevan untuk memperingati para tentara yang tewas dalam konflik enam pekan di wilayah Nagorno-Karabakh di mana Azerbaijan memperoleh keuntungan teritorial yang signifikan.

Konflik dan kematian di pihak Armenia telah meningkatkan tekanan pada Perdana Menteri Nikol Pashinyan untuk mengundurkan diri. Ia dituduh oposisi salah menangani konflik dengan menerima gencatan senjata yang ditengahi Rusia bulan lalu.

Baca Juga

Pashinyan memimpin pawai Sabtu (19/12), yang diadakan pada hari pertama dari tiga hari berkabung. Dia berkendara ke pemakaman militer Yerablur untuk menyalakan dupa di pemakaman tentara yang gugur bersama dengan pejabat senior lainnya.

"Seluruh bangsa telah melalui dan sedang melalui mimpi buruk. Kadang-kadang semua impian kami pupus dan optimisme kami hancur," kata Pashinyan dalam pidato video sebelum pawai peringatan, dilansir di Aljazirah, Ahad (20/12).

Namun, lawan perdana menteri tampaknya tidak puas dengan pidatonya. Banyak dari mereka meneriakkan "Nikol, dasar pengkhianat!" dan terlibat perkelahian dengan para pendukung dan polisi.

Polisi membubarkan pengunjuk rasa untuk membersihkan jalan bagi Pashinyan dan penjaga keamanannya menutupinya dengan perisai dan payung ketika pengunjuk rasa berusaha memukulnya dengan telur. Pada hari itu, sekitar 20 ribu pendukung oposisi berbaris melintasi Yerevan untuk menghadiri kebaktian gereja untuk para korban konflik.

Di hari yang sama, 14 pensiunan jenderal militer mengeluarkan pernyataan yang menyerukan pengunduran diri pemerintah atas penanganannya terhadap pertempuran terbaru. "Dia tidak boleh menodai kuburan anak-anak kita," kata Misak Avetisyan, yang kehilangan seorang putra dalam perang, kepada wartawan.

Ayah yang berduka itu mengatakan perdana menteri harus berlutut dan memohon pengampunan. "Perang ini tidak harus terjadi," kata mantan Perdana Menteri Vazgen Manukyan yang menurut pihak oposisi harus menggantikan Pashinyan. Dia mengatakan Armenia di bawah Pashinyan telah kehilangan semua sekutu.

Pengkritik Pashinyan telah meminta para pendukungnya untuk melakukan pemogokan nasional mulai 22 Desember. Seorang anggota prosesi yang dipimpin Pashinyan mengatakan bahwa perdana menteri tidak boleh disalahkan atas kesalahan para pemimpin sebelumnya. “Dia tidak bersalah atas apa pun,” kata Karo Sargsyan.

Pashinyan, mantan editor surat kabar, didorong ke tampuk kekuasaan pada 2018 setelah ia menyalurkan keinginan yang meluas untuk berubah menjadi gerakan protes yang luas terhadap para elit pasca-Soviet yang korup. Namun setelah perang dengan Azerbaijan, banyak yang sekarang mengatakan Pashinyan telah mengkhianati kepentingan Armenia.

Sejumlah tokoh masyarakat termasuk kepala Gereja Apostolik Armenia yang berpengaruh, Catholicos Garegin, telah menyerukan pengunduran diri Pashinyan. Sebagai bagian dari kesepakatan damai, Rusia mengerahkan hampir 2.000 pasukan penjaga perdamaian ke Karabakh.

Lebih dari 5.000 orang termasuk warga sipil tewas dalam pertempuran antara bekas saingan Soviet, yang juga berperang pada tahun 1990-an di wilayah pegunungan.

BACA JUGA: Update Berita-Berita Politik Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement