Ahad 20 Dec 2020 20:41 WIB

Imunolog: Usai Vaksin Covid-19, Waspadai Mutasi Virus

Masyarakat yang telah divaksin jangan merasa sudah aman karena ada mutasi virus

Rep: Rr Laeny Sulistyawati/ Red: Hiru Muhammad
Tenaga kesehatan menyiapkan vaksin saat simulasi vaksinasi COVID-19 di RS Islam, Jemursari, Surabaya, Jawa Timur, Jumat (18/12/2020). Simulasi tersebut dilakukan sebagai langkah dalam memetakan protokol pelaksanaan vaksinasi COVID-19 terkait penerapan standar prosedur operasional (SOP), penyiapan SDM serta alat penyimpanan vaksin.
Foto: Antara/Moch Asim
Tenaga kesehatan menyiapkan vaksin saat simulasi vaksinasi COVID-19 di RS Islam, Jemursari, Surabaya, Jawa Timur, Jumat (18/12/2020). Simulasi tersebut dilakukan sebagai langkah dalam memetakan protokol pelaksanaan vaksinasi COVID-19 terkait penerapan standar prosedur operasional (SOP), penyiapan SDM serta alat penyimpanan vaksin.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Vaksin virus corona SARS-CoV2 (Covid-19) di Indonesia masih menunggu persetujuan darurat Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM), bahkan segera disuntikkan dan diharapkan bisa tercapai kekebalan komunitas (herd immunity). Kendati demikian, Koordinator Program Studi Magister Imunologi dari Universitas Airlangga (Unair) Theresia Indah Budhy S menegaskan, yang perlu dikhawatirkan adalah mutasi Covid-19 usai vaksin ditemukan.

Menurut Theresia, memang secara teoritis sebanyak 70 persen penduduk dari total seluruh warga sebuah negara harus divaksin supaya mencapai herd immunity dan penularan virus tidak terjadi. Sebab, antibodi secara alamiah akan terbentuk.  "Namun, tidak semua orang harus divaksin, karena belum ada data uji klinis vaksinasi dilakukan pada usia dibawah 18 tahun dan diatas 59 tahun," katanya saat dihubungi Republika, Ahad (20/12).

Ia menjelaskan, jika jumlah penduduk Indonesia 268 juta jiwa dan diantara mereka ada orang tua atau usia di atas 59 tahun yang punya penyakit penyerta hingga anak-anak maka mereka tidak masuk kategori kelompok prioritas yang mendapatkan imunisasi. Sebab, belum ada data uji klinis menyebutkan vaksin bisa dilakukan pada kelompok umur dibawah 18 tahun dan diatas 59 tahun.

Artinya, jika vaksinasi dilakukan pada kelompok umur ini maka dikhawatirkan hasilnya bisa kurang bagus. Kemudian, orang-orang yang divaksin adalah yang bisa menularkan virus dan ketularan atau yang banyak bergerak. Jika jumlah penduduk usia 18-59 tahun sebanyak 180 juta dan 70 persennya divaksin maka ia mebyebutkan cukup 70 oersen divaksin untuk mencapai herd immunity.

"Kalau mereka (usia 18 tqhun sampai 59 tahun) yang sudah diberikan vaksin maka mereka tidak menularkan ke yang lainnya karena banyak kelompok usia produktif ini menjadi orang tanpa gejala. Jadi, mereka bisa mendapatkan vaksin ini," ujarnya.

Kemudian, diharapkan herd immunity akan tercapai karena telah terbentuk kekebalan tubuh atau antibodi yang melindungi tubuh dari infeksi virus ini. Kendati demikian, ia mengingatkan sistem imunitas bersifat individual. Artinya tidak semua orang ketika diberikan sesuatu kemudian menghasilkan respons yang sama.

Tak hanya itu, ia khawatir  virus ini bisa bermutasi karena dari jenis RNA dan sangat tinggi kemungkinannya. Sebab, dia menjelaskan, Covid-19 sebenarnya adalah mutasi virus dsri MERS-CoV, kemudian menjadi SARS dan bermutasi menjadi Covid-19. Bahkan, mutasi Covid-19 yang baru terbukti kembali terjadi di Jerman. Ia mengaku tidak heran mengenai fenomena ini karena virus sebagai makhluk hidup yang butuh inang. 

"Kalau sudah masuk ke inang yaitu manusia, baik lewat mata, hidung, pernapasan dan tinggal di receptor  Angiotensin-converting enzyme 2 (ACE2) maka bisa berubah lagi virusnya. Jadi, virus terus menyesuaikan dengan inangnya yang berbeda," katanya.

Artinya, dia menambahkan, vaksin yang di Wuhan, Cina bisa berbeda dengan yang di Eropa. Kemudian ada kemungkinan Covid-19 kembali bermutasi kemudian masuk tubuh yang sudah mendapatkan vaksin. Ia mengakui tubuh yang sudah divaksin Covid-19 menghasilkan antibodi namun tidak mengenali virus yang bermutasi ini. Sehingga,  ini memaksa pemerintah melakukan kembali proses dari awal untuk membuat vaksin Covid-19 untuk virus yang bermutasi ini.

Oleh karena itu, Theresia berharap, vaksin yang nantinya disuntikkan  mampu menghadapi virus terganas sehingga ketika menghadapi mutasi virus maka bisa menghadapinya. Oleh karena itu, ia meminta masyarakat yang telah divaksin jangan merasa santai dan merasa sudah aman. 

"Jangan dulu santai karena masih ada mutasi virus. Sementara vaksin hanya untuk mutasi virus yang sebelumnya sudah ada, sehingga ketika ada virus baru, antibodi tubuh kita belum kenal virus yang baru," katanya.

Theresia meminta skrining virus ini harus tetap dilakukan, utamanya pintu masuk keluar negeri dan protokol kesehatan 3M yaitu memakai masker, menjaga jarak, dan mencuci tangan yang tidak boleh dilupakan. Sebab, dia memperkirakan virus ini bisa tetap bertahan dalam waktu yang lama, apalagi hampir semua negara terinfeksi virus ini. 

BACA JUGA: Ikuti News Analysis News Analysis Isu-Isu Terkini Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement