REPUBLIKA.CO.ID, oleh Febrianto Adi Saputro, Zainur Mahsir Ramadhan, Bambang Noroyono, Antara
Kedatangan diplomat asing dari Kedutaan Besar Jerman di Indonesia ke markas Front Pembela Islam (FPI) menimbulkan pertanyaan. Apalagi Pemerintah Jerman lewat Kedubesnya di Jakarta sudah mengatakan tidak ada perintah resmi bagi diplomatnya untuk bertemu dengan para pimpinan FPI.
Pakar intelijen Ridlwan Habib mengatakan, tindakan diplomat asing yang melakukan spionase terhadap Indonesia bisa diusir paksa. "Tindakan diplomat Jerman berkunjung ke markas FPI makin terang," kata Ridlwan yang juga Direktur The Indonesia Intelligence Institute, Senin (21/12).
Kedubes Jerman di Jakarta sudah mengakui ada staf diplomatiknya yang datang ke markas FPI Petamburan pada Jumat (18/12) lalu. Menurut Kedubes tindakan itu inisiatif pribadi si diplomat dan bukan perintah resmi pemerintah Jerman.
"Tindakan itu mencurigakan dan patut diduga melakukan tindakan spionase atau mata mata, " kata Ridlwan.
Menurut Ridlwan, upaya diam-diam diplomat Jerman itu sangat mencurigakan. Apalagi saat ini sedang ada kasus hukum yang dialami anggota FPI. "Tindakan diplomat Jerman itu janggal," kata dia.
Ridlwan menjelaskan diplomat sering digunakan sebagai cover atau kedok agen intelijen resmi bekerja. Hal itu lazim dilakukan oleh berbagai negara.
Jika terbukti ada upaya spionase, maka pengusiran paksa bisa dilakukan. Ridlwan mengatakan, pengusiran sesuai dengan pasal 3 Konvensi Jenewa yang mengatur hak-hak dan kekebalan diplomatik. Seorang diplomat asing dilarang keras melakukan tindakan mata-mata di negara tempat tugasnya. Menteri Luar Negeri berhak mengusir diplomat itu.
Dia mencontohkan sebuah peristiwa pada 1982, saat itu oknum diplomat Rusia bernama Finenko tertangkap melakukan kegiatan spionase dengan membeli informasi pada oknum tentara bernama Susdaryanto."Mereka tertangkap satgas operasi Pantai Bakin dan Finenko langsung dipulangkan paksa," katanya.
Ridlwan menilai tindakan kunjungan diam-diam diplomat Jerman yang tidak diakui sebagai perintah resmi sudah cukup sebagai bukti. "Kemlu RI bisa meminta identitas lengkap diplomat Jerman itu dan mendesak agar yang bersangkutan pulang ke Jerman," ujar Ridlwan.
Kemenlu RI kemarin (20/12) sudah memanggil Kepala Perwakilan Kedutaan Besar Jerman untuk menyampaikan protes terkait kabar kehadiran anggota lembaga diplomatik itu di markas FPI. "Dalam pertemuan, Kepala Perwakilan Kedutaan Besar Jerman membenarkan keberadaan staf Kedutaan di sekretariat organisasi tersebut," tulis Kemenlu RI dalam sebuah pernyataan resmi yang dikutip Senin (21/12).
Namun, Kepala Perwakilan Kedubes Jerman mengatakan kepada Kemlu RI, keberadaan staf tersebut dilakukan atas inisiatif yang bersangkutan sendiri tanpa diperintahkan ataupun diketahui oleh pimpinan di lembaganya. "Kepala Perwakilan Kedubes Jerman sampaikan permintaan maaf dan penyesalannya atas kejadian tersebut," kata Kemlu.
Kepala Perwakilan Kedubes Jerman mengatakan, kedatangan stafnya itu tidak mencerminkan kebijakan Pemerintah dan Kedutaan Besar Jerman. Mereka menolak tegas kesan kedatangan staf Kedutaan tersebut sebagai bentuk dukungan Jerman kepada organisasi tersebut.
Dalam keterangannya, Kemenlu RI juga menyebut Kedubes Jerman telah meminta staf diplomatik yang terlibat untuk kembali ke negaranya sebagai bentuk tanggung jawab atas tindakannya, serta memberikan klarifikasi kepada pemerintah Jerman.
Anggota Komisi I DPR RI Mayjen TNI (purn) TB Hasanuddin menyesalkan kedatangan diplomat Jerman ke markas FPI. Hasanuddin menilai seharusnya Jerman menghormati dan memiliki etika dalam berdiplomasi.
"Saya mendapat informasi adanya kunjungan staf Kedubes Jerman mendatangi markas FPI. Negara dalam hal ini Kementerian Luar Negeri harus protes keras dan menyerukan pihak Kedubes mengikuti aturan internasional agar tidak ikut campur urusan dalam negeri sekecil apapun. Itu etika berdiplomasi secara sopan dan beretika," kata Hasanuddin kepada Republika.
Selain itu, Hasanuddin mengapresiasi sikap Kemenlu RI yang langsung memanggil Kepala Perwakilan Kedutaan Jerman di Jakarta untuk meminta klarifikasi atas tindakan tersebut. Politikus PDIP menganggap sudah semestinya Kemenlu RI menuntut agar Kedutaan Besar Jerman memberikan pernyataan resmi kepada publik.
"Memang sudah ada penjelasan dari Kedubes Jerman bahwa tidak ada dukungan terhadap ormas tertentu di Indonesia dan berkomitmen untuk bersama melawan intoleransi, radikalisme, dan ujaran kebencian. Namun, harus ditekankan bahwa tindakan Kedubes asing di Indonesia itu harus dikoordinasikan dengan kementerian terkait. Jangan sampai ada udang di balik batu," ujarnya.
Sekretaris Umum FPI, Munarman, mengakui soal kedatangan diplomat Jerman. Ke depannya bahkan ia mengatakan akan ada agenda khusus tentang meninggalnya enam laskar FPI.
Dengan adanya kunjungan diplomat Jerman ke markas FPI, Munarman menilai artinya kasus pembunuhan laskar FPI sudah menjadi perhatian dunia. "Termasuk juga kriminalisasi terhadap Habib Rizieq Shihab," jelasnya.
Wakil Sekretaris Umum FPI, Aziz Yanuar, mengatakan diplomat Jerman datang ke sekretariat FPI pada Kamis (17/12). "Kedatangannya singkat, hanya setengah jam," ujar dia.
Namun demikian, dalam kunjungan itu, kata dia, perwakilan Jerman ingin bersilaturahmi dengan FPI. Selain ingin mengenal FPI secara langsung.
Lanjutnya, perwakilan kedubes Jerman itu juga menyampaikan rasa simpati dan empati untuk penembakan enam laskar FPI, termasuk pada apa yang dialami Habib Rizieq Shihab. Dia menegaskan, mereka juga menitip pesan perdamaian pada FPI. "Dan berjanji akan mengunjungi DPP FPI kembali," jelasnya.
Ia juga tidak mengetahui apakah perwakilan yang datang itu diplomat, atase atau pejabat lainnya. "Kami tidak tahu, karena kami tidak ada di lokasi saat mereka datang ke sekretariat," tambah dia.
Sementara itu, upaya menguak fakta di balik tewasnya enam laskar FPI terus terjadi. Persaudaraan Alumni (PA) 212 menaruh harapan besar terhadap Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas HAM).
Ketua PA 212 Slamet Maarif, pun meminta masyarakat agar turut mendukung Komnas HAM. Ia berpesan, agar Komnas HAM, tetap dalam koridor independensi.
“Harapan kita bersama tentu saja, agar Komnas HAM dapat bekerja independen, dan tidak terpengaruh tekanan-tekanan dari pihak manapun. Sehingga bisa mengungkapkan fakta kebenaran yang sebenar-benarnya, dan adil,” kata Slamet saat ditemui di Kantor Komnas HAM, Jakarta, Senin (21/12).
Slamet ke Komnas HAM, untuk mendampingi enam keluarga korban laskar FPI yang meninggal dunia ditembak polisi saat mengawal Rizieq Shihab, Senin (7/12) lalu. Slamet mengatakan, upaya Komnas HAM dalam mengungkap fakta dari kejadian sebenarnya, bukan cuma menjadi harapan keluarga para korban penembakan. Menurutnya, masyarakat Indonesia, pun tentunya punya harapan yang sama.
“Apa yang diharapkan oleh keluarga korban khususnya, dan masyarakat umumnya, agar Komnas HAM bisa menemukan eksekutor (pelaku penembakan), dan aktor intelektual di balik pembunuhan enam syuhada (anggota laskar FPI) ini,” terang Slamet.
Enam anggota laskar FPI dieksekusi mati dengan peluru tajam oleh anggota kepolisian, Senin (7/12) dini hari. Kejadian itu, terjadi di Jalan Tol Japek Km 50.
Kapolda Metro Jaya Irjen Fadil Imron, dalam penjelasan terkait insiden Tol Japek Km 50 itu, mengakui aksi penembakan tersebut, dilakukan para anggota kepolisian. Akan tetapi, ia menegaskan, penembakan dengan peluru tajam tersebut, sebagai reaksi pembelaan diri karena adanya serangan dari anggota laskar FPI yang mengawal Habib Rizieq. Bahkan, dikatakan Fadil, serangan yang dilakukan enam anggota laskar itu terhadap polisi itu menggunakan senjata api, dan senjata tajam.
FPI sudah membantah tuduhan tersebut. FPI menyebut tidak ada laskarnya yang membawa senjata apapun.
Komnas HAM sudah membentuk tim pencari fakta untuk mengungkap utuh kejadian tersebut. Setelah meminta keterangan terhadap lebih dari 25 orang, hari ini Komnas HAM meminta kesaksian, dan keterangan terhadap keluarga para korban.