Senin 21 Dec 2020 23:49 WIB

Kekhawatiran Umat Islam atas Kehalalan Vaksin Covid-19

Sejumlah umat Islam khawatir atas vaksin covid-19.

Rep: Muhyiddin/ Red: Muhammad Hafil
Kekhawatiran Umat Islam atas Kehalalan Vaksin Covid-19. Foto: vaksin (ilustrasi)
Foto: istimewa
Kekhawatiran Umat Islam atas Kehalalan Vaksin Covid-19. Foto: vaksin (ilustrasi)

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Pada Oktober lalu, pemerintah Indonesia dan Majelis Ulama Indonesia (MUI) melakukan kunjungan ke China. Pemerintah ingin membuat kesepakatan untuk memastikan jutaan dosis vaksin Covid-19 memenuhi jutaan masyarakat Indonesia. Sedangkan para ulama memiliki kekhawatiran sendiri terhadap kehalalan vaksin Covid-19 yang akan disuntikkan kepada jutaan penduduk Indonesia.

Saat perusahaan berlomba untuk mengembangkan vaksin Covid-19 dan negara-negara berjuang untuk mendapatkan dosis, pertanyaan tentang penggunaan produk daging babi telah menimbulkan kekhawatiran tentang kemungkinan terganggunya kampanye imunisasi.

Baca Juga

Gelatin yang berasal dari daging babi telah banyak digunakan sebagai penstabil untuk memastikan vaksin tetap aman dan efektif selama penyimpanan dan pengangkutan. Beberapa perusahaan telah bekerja selama bertahun-tahun untuk mengembangkan vaksin bebas daging babi.

Seperti perusahaan farmasi Swiss Novartis misalnya, telah memproduksi vaksin meningitis bebas daging babi. Sementara, AJ Pharma yang berbasis di Saudi dan Malaysia saat ini sedang mengerjakan salah satu vaksinnya sendiri.

Namun, dengan melihat permintaan, pasokan, biaya dan usia penyimpanan yang lebih pendek dari vaksin yang tidak mengandung gelatin babi, kemungkinan bahan tersebut akan terus digunakan. 

"Berarti bahan tersebut kemungkinan akan terus digunakan di sebagian besar vaksin selama bertahun-tahun," ujar Sekretaris Jenderal Asosiasi Kesehatan Islam British, Salman Waqar dilansir dari Alarabiya, Senin (21/12).

Sementara itu, juru bicara perusahan Pfizer, Moderna dan AstraZeneca mengatakan bahwa produk daging babi bukan bagian dari vaksin Covid-19 mereka. Namun, persediaan terbatas dan kesepakatan yang sudah ada sebelumnya senilai jutaan dolar dengan perusahaan lain, akan membuat negara mayoritas Muslim seperti Indonesia, tetap menerima vaksin yang belum disertifikasi bebas gelatin.

Hal ini membuat dilema bagi komunitas religius, termasuk Yahudi Ortodoks dan Muslim, di mana konsumsi produk daging babi dianggap najis secara agama. Terkait hal ini, ada perbedaan pendapat apakah gelatin babi bisa diterapkan untuk pengobatan atau tidak. 

“Ada perbedaan pendapat di antara para ulama tentang apakah Anda mengambil sesuatu seperti gelatin babi dan membuatnya mengalami transformasi kimiawi yang ketat,” kata Waqar. 

“Apakah itu masih dianggap tidak suci secara agama untuk Anda konsumsi?," imbuhnya  

Seorang profesor di University of Sydney, Harunor Rashid menjelaskan, berdasarkan hukum Islam, penggunaan gelatin babi bisa diperbolehkan dalam kondisi tertentu. 

"Dari perdebatan sebelumnya tentang penggunaan gelatin babi dalam vaksin adalah bahwa hal itu diperbolehkan menurut hukum Islam, karena bahaya yang lebih besar akan terjadi jika vaksin tidak digunakan," jelas Rashid.

Namun, ada perbedaan pendapat tentang masalah ini, termasuk di Indonesia. Pada 2018 lalu misalnya, Komisi Fatwa Majelis Ulama Indonesia (MUI) menetapkan bahwa vaksin campak dan rubella adalah haram karena adanya gelatin. Tokoh agama dan tokoh masyarakat pun mulai mendesak para orang tua untuk tidak mengizinkan anaknya divaksinasi. 

"Kasus campak kemudian melonjak, menjadikan Indonesia tingkat campak tertinggi ketiga di dunia,” kata  Director of the health care market research group Research Partnership, Rachel Howard.

Sebuah keputusan kemudian dikeluarkan oleh MUI yang menyatakan diperbolehkan untuk menerima vaksin, tetapi tabu budaya masih menyebabkan tingkat vaksinasi yang rendah di Indonesia.

“Studi kami menemukan bahwa beberapa Muslim di Indonesia merasa tidak nyaman dengan menerima vaksinasi yang mengandung bahan-bahan ini, bahkan ketika otoritas Muslim mengeluarkan pedoman yang mengatakan bahwa mereka diizinkan," katanya.

Pemerintah di negara-negara mayoritas Muslim telah mengambil langkah untuk mengatasi masalah tersebut. Di Malaysia misalnya, status halal vaksin telah diidentifikasi sebagai masalah terbesar di antara orang tua Muslim. Undang-undang yang lebih ketat telah diberlakukan, sehingga orang tua wajib memvaksinasi anak-anak mereka.

Demikian juga Pakistan, kepercayaan terhadap vaksin telah memudar karena alasan agama dan politik, dan orang tua telah dipenjara karena menolak memberikan vaksinasi kepada anak-anak mereka terhadap vaksin polio.

Sementara, pemerintah Indonesia sendiri sudah menyatakan akan menyertakan MUI dalam proses pengadaan dan sertifikasi vaksin Covid-19. “Komunikasi publik mengenai status halal, harga, kualitas dan distribusi harus disiapkan dengan baik,” kata Presiden Joko Widodo pada Oktober lalu.

 

 

 

 

BACA JUGA: Update Berita-Berita Politik Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement